Kamis, 23 April 2009

Sepeda Yapancal

masih ingatkah kita sewaktu kecil sering naik sepeda ontel? tentu kita yang dari desa rata-rata memiliki pengalaman tersebut. sepda ontel adalah istilah bagi sepeda angin, terdapat pula orang menyebut sepeda ini, sepeda onta, tergantung jenisnya masing-masing. pokoknya seru!

Mata

Mata adalah jendela hati. sikap yang berasal dari suasana hati sering kali muncul dari stimulus mata. dari sini lah sehingga muncul istilah mata sebagai jendela hati. bak jendela rumah yang musti dijaga agar tidak kotor oleh debu, maka mata pun harus dipelihara dari debu-debu pemandangan yang memburamkan hati. soal mata dan hati, terdapa kisah menarik. suatu hari, seluruh anggota badan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah. ketika sang Mata ditanya oleh Allah, kenapa kamu banyak bermaksiat ya Mata? kemudian mata menjawab, saya bermaksiat karena ada dorongan hati untuk melihat dan memuaskan hasratnya. mendengar pernyataan itu, hati pun protes dan menyerang balik. mata telah memfitnah saya ya Allah, mata lah penyebab utama kemaksiatan kami. yang pertama melihat maksiat adalah mata, dan mata lah yang kemudian memaksa hati untuk kembali melihat karena kejelalatannya. tapi,hatilah yang keterusan ya Allah, sahut sang mata. saya ini kodratnya melihat, dan hatilah yang memiliki sikap untuk menikmatinya kembali atau menyelamatkan kami semua. bukankah hati punya timbangan (filter) ya Allah. jadi hati lah yang salah. tidak, kata hati. saya sudah menimbang untuk menyelamatkan diri dari sesuatu yang merusak, tapi toh mata tetap saja melihat kemana-mana yang sepertinya memancing hati untuk terlena dengan keindahan yang menyesatkan. pokoknya mata yang menstimulus dan mata yang harus bertanggungjawab. perdebatan mereka berlangsung semakin sengit dan tidak ada yang mau mengalah. akhirnya Allah menyelah mereka: "Ala bidzikrillahi tathma'innul qulub"

Sayap-Sayap Pantang

gelap gulita
sunyi memekik
sulut menghantam
pelik mengancam
siar menyebar
gurat menua
siapa yang bertanggungjawab saat juliet bunuh diri dengan kekaihnya?
maka pantang bagiku untuk mematahkan sayap-sayap itu
maka pantang bagiku untuk menyerah
maka pantang bagiku untuk gegabah
maka pantang bagiku untuk menolak
pantang bagiku menolak masa depan
pantang bagiku menolak keberhasilan
pantang bagiku menolak kecerdasan
kecerdasan yang menolak kekerdilan
kekerdilan yang membutakan
membutakan yang benar
membenarkan yang lurus
meluruskan yang ikhlas
mengikhlaskan yang murni

Selasa, 21 April 2009

Prinsip Hidup

setiap yang dilakukan manusia pasti memiliki tujuan. hanya orang yang tidak waras yang melakukan sesuatu tanpa tujuan. oleh karenanya, setiap hal yang terjadi dalam hidup kita perlu berorientasi pada tujuan yang lurus. orang bilang, hidup lurus terus tidak berseni, pada sisi lain kita tidak pernah tahu apakah akan panjang usia kita? apakah saat kita berseni dengan kemaksiatan kemudian mendapat kesempatan untuk berbuat baik kembali, kan kita sebagai manusia tidak pernah tahu. oleh karenanya, sejak dini kita musti membuat prinsip hidup. Prinsip hidupku adalah "Sebaik-baik kita adalah yang bermanfaat bagi orang lain". semoga anda semua memiliki prinsip hidup yang dapat memacu pribadi untuk selalu menjaga diri dari kesia-siaan hidup!

Macam dan Contoh Syirik

terdapat beberapa pembagian syirik:
1.Syirik dakwah (doa), yaitu selain berdoa kepada Allah juga berdoa kepada selain Allah. contoh: kita berharap agar Allah memudahkan jalan kita untuk lulus dalam ujian. selain itu, kita memiliki keinginan dalam hati, agar arwah orang-orang terdahulu (leluhur) menyertai dan memudahkan usaha kita. sama halnya ini menyetarakan Allah dengan para leluhur.
2.Syirik niat, keinginan dan tujuan, yaitu ia menujukan suatu bentuk ibadah kepada selain Allah. contoh:Demi mendapat simpati orang-orang di sekitar, kita shalat dilamakan (lebih lama dibanding kalau tidak ada yang lihat). seakan pujian dari orang sekitar merupakan tujuan yang hendak dicapai.
3.syirik ketaatan, yaitu mentaati selain Allah dalam hal maksiat kepada Allah. contoh: Demi orang terdekat, kita rela berkorban tidak menta'ati Allah. seperti meninggalkan shalat karena sibuk membantu mereka, atau mungkin karena sibuk bekerja sampai lupa shalat.
4.Syirik mahabbah, yaitu menyamakan Allah dengan selain Allah dalam hal kecintaan. contoh: kita mencintai harta, anak dan istri melebihi yang lainnya, termasuk rela meninggalkan ibadah kepada Allah demi mereka.
5. syirik khafi, yaitu syirik dalam hal keinginan dan niat, seperti riya’( niat pengen dipuji orang). sering kali syirik ini tidak terasa. namanya saja Khafi yang artinya tersembunyi, sehingga sulit dikenali jenis syirik ini kalau kita tidak teliti. contoh: saya mengatakan, untung ada saya, coba kalau tidak!? saya tidak akan gemuk, meski makan banyak! dan ungkapan2 semacamnya yang pada prinsipnya menyebut diri kita atau orang lain lebih berkuasa (baca seakan-akan lebih tahu) dari pada Allah.

dengan tulisan ini, semoga kita semakin terjaga dari segala jenis syirik yang ada. Amin.

Minggu, 19 April 2009

kenangan yang menyadarkan

hari ini aku mendapat persoalan cukup pelik, deadline molor, kerjaan numpuk, teman kena musibah, pokoknya kompleks banget. tapi hati ini selalu berbisik, tersenyumlah Amin. Allah masih sayang sama kamu, buktinya banyak org yang peduli sama kamu! siap, aku akan tetap berjuang untuk kebaikan bersama. karena sebaik manusia adalah yang bermanfaat bagi orang lain.

Jumat, 17 April 2009

Aku Bahagia

tiada hari tanpa rasa susah dan senang. sudah digariskan dalam lauh al-mahfudz bahwa tiap kehidupan insan di bumi akan mengalami segala jenis perasaan yang dimiliki manusia. hari ini aku menemukan semacam kebahagiaan yang belum terbayangkan sebelumnya, keberanian yang kurindukan akhirnya muncul juga pada saat yang tepat. tanpa sengaja, sikap dewasa yang menurut sebagian orang akan menghampiri manusia pada usia 40-an muncul tanpa diundang.
keberanian untuk bersikap merupakan kebahagiaan yang tak terukur. betapapun manusia ingin membuktikan diri mereka lebih bhagia,tetap saja tidak berarti apa-apa tanpa kberanian untuk bilang aku masih berani hidup.
pepatah mengatakan,aku berpikir maka aku hidup.kberanian mrp sikap, dan sikap mrp emanasi dari pikiran.

Kamis, 16 April 2009

Tentang Nasib

suatu ketika,datang hari yang begitu sulit untuk ku lalui. bangun pagi sudah disambut dengan tingginya mentari,"Dugh, telat bangun lagi nech. Jadi males mau ngelanjutkan aktifitas sehari ini," keluhku. satu jam berlalu, tubuhku masih lemas dipangku kasur empuk yang sudah tidak ngembang lagi,efek terlalu sering diapke tidur. tapi dalam benakku, terbisik kekecewaan yang dalam. "Kenapa semalem aku begadang lagi, bukankah sudah ku kuatkan dalam hati tuk tidak begadang kalau gak da kpentingan," bisikku dalam hati. lagi-lagi aku mengingkari janji itu.ahh Nasib aku harus lebih baik

Senin, 13 April 2009

perjuangkan kecerdasanmu

tidak setiap hari otak kita bs untuk diajak cerdas. dalam istilah agama terdapat kata "futur" yang kurang lebih artinya adalah lagi males atau down. nah, saat futur menyerang kita, rasanya hidup itu hanya enak tuk tidur saja. bahaya lo kalo penyakit ini dibiarkan! terdapat pendapat beberapa ulama' tentang penyakit ini, terutama ulama' ahli penyakit jiwa (tasawuf), bahwa penyebab futur itu bermacam-macam. salah satu contohnya adalah kefasikan, yakni sebentar-sebentar kita menjadi orang baik dan sebentar-sebentar kita menjadi orang kurang baik (banyak maksiat). apapun penyebab futur, kita musti hati-hati.
kecerdasan merupakan upaya kerja otak, kalau kecerdasan sudah tidak setia lagi pada kita akibat futur, maka kita harus memperjuangkannya. ahli gizi menyatakan, kecerdasan sangat dipengaruhi oleh makanan kita sehari-hari, apakah ada nutrisi yang mendukung otak atau malah asupan gizi untuk otak kita tidak ada sama sekali sangat berpengaruh terhdapa kecerdasan. dari sudut manapun ihwal kecerdasan mau dikupas, satu hal yang terpenting adalah, kita harus tetap cerdas demi menyelamatkan kecerdasan kita.
jangan sampai futur dan kawan-kawannya menyerang kita terlalu lama. kita harus melawannya dengan banyak-banyak berkonsultasi dengan ahlinya. siapa ahlinya? ada hadits menyatakan, "fas'alu ahla al-dzikri inkuntum la ta'lamun",tanyalah ahlinya jika kamu tidak tahu, maka sebenarnya sah juga kita bertanya ke nurani kita (ahli penasehat) yang nanti dapat sering-sering kita ajak diskusi dan bertukar pikiran, bagaimana sebaiknya bersikap, baik terkait makanan yang kita makan, tindakan atau sikap atau yang lain. yang pada akhirnya kecerdasan tetap setia pada kita. Wallahu a'lam bisshowab!

Sabtu, 11 April 2009

Peluang di Lembaga Pendidikan Nonformal

Sebelum Ke Dunia Kerja
Sulitnya mencari kerja menjadi hantu setiap lulusan perguruan tinggi (PT) baik swasta maupun negeri. Pasalnya, banyak pengangguran terlahir dari lembaga prestisius di negeri ini tersebut. Apakah lembaga pendidikan nonformal dapat menjadi solusi yang baik dalam mengatasi masalah pengangguran sarjana? Berikut penelusuran tim Laput Bestari di lapangan.
Lulus dari Perguruan Tinggi (PT) bukan berarti lulus juga dari kesibukan. Dunia baru sudah menanti, dunia yang justru akan menguras banyak tenaga dan membutuhkan perjuangan keras. Banyak para calon sarjana ketakutan saat akan diwisuda dengan alasan belum siap masuk ke dunia kerja. Karena sudah jamak terbentuk dalam wawasan pola pikir masyarakat, bahwa sarjana harus mencari kerja, jika tidak bekerja maka keberadaannya akan menjadi buah bibir. Pasalnya, sarjana hanya menambah jumlah pengangguran saja.
Pilihan mencari kerja bagi sarjana-sarjana baru dalam tradisi sudah menjadi harga mati, sehingga potensi-potensi lain yang seharusnya bisa dikembangkan menjadi terkubur, demikian ungkapan salah seorang staf ahli bidang Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Dinas Pendidikan Kota Malang, Budiono. Menurut Budi, target utama bagi mereka yang ingin memiliki masa depan cerah setelah mendapat gelar sarjana adalah mencari pekerjaan atau menciptakan lapangan pekerjaan baru dan mulai hidup mandiri. Maka untuk meraih semua itu dibutuhkan inisiatif, kegigihan dan kerja keras.
Kerja keras, lanjut laki-laki asli Malang tersebut, bukan berarti tiap hari melakukan ekspansi dari perusahaan satu ke perusahaan lain untuk melamar pekerjaan. “Sudah saatnya seorang sarjana mampu memanfaatkan segala potensi yang dimilikinya untuk memberdayakan orang lain, bisa dengan membuka lapangan pekerjaan kecil-kecilan bagi masyarakat atau kalau tidak begitu mampu menggunakan potensinya untuk kebutuhan hidupnya sendiri,” tukasnya.
Bergelut di bidang pendidikan nonformal, lanjut Budiono, adalah salah satu contoh usaha pemanfaatan potensi sarjana. Pendidikan nonformal menurutnya diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan seumur hidup. Menurut Budi, sangat banyak para orang tua yang tinggal di Malang membutuhkan jasa para guru prifat untuk mendidik anak-anak mereka. “Proses pendidikan nonformal bisa saja dilakukan perorangan melalui prifat atau les ataupun membentuk lembaga independen yang cukup besar,” terang Budi.
Lebih lanjut menurut Budiono, yang bisa menjadi penyelenggara pendidikan nonformal adalah antara lain kelompok bermain, tempat penitipan anak, lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat, dan majelis taklim. Adapun bentuk pendidikan yang diberikan dalam pendidikan nonformal meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik.
Dinas Pendidikan Kota Malang, terang penilik pegawai negeri sipil tersebut, menyadari arti penting dari keberadaan sebuah lembaga pendidikan, baik itu formal maupun non-formal. Keberadaan lembaga pendidikan non-formal dianggap dapat menjadi pelengkap dari pendidikan formal. Oleh karena itu, lembaga pendidikan atau sarana belajar selain sekolah, seperti program kursus berbagai bidang keahlian kini tidak jarang ditemukan lagi. “Dari sinilah terciptanya peluang bagi para sarjana untuk mengaplikasikan dan mengajarkan kembali ilmu yang telah diperoleh. Karena disadari atau tidak setelah lulus kuliah tidak sedikit dari mereka yang kembali ke kampung halaman dan hanya menjadi pengangguran. Agar tidak demikian seyogyanyalah para sarjana ini memanfaatkan peluang usaha yang ada, salah satunya dengan membuka les prifat,” harapnya serius.
Senada diungkapkan Evi, staf marketing pendidikan mengemudi Kota Batu. Menurutnya, pada awal berdirinya lembaga pendidikan mengemudi ttersebut, sempat mengalami pasang surut pendapatan. Baginya hal tersebut merupakan bentuk dari kedinamisan hidup, yang terpenting adalah terus berinovasi untuk mengembangkan usaha, mampu menangkap peluang dan pantang menyerah. “Membantu orang untuk bisa menyetir dengan baik merupakan tugas lembaga ini, memang fungsi instruktur dalam lembaga pendidikan non formal semacam pendidikan mengemudi adalah sebagai guru yang sekaligus memiliki profit oriented. Peluang usaha semacam ini saya kira bisa menjadi inspirasi bagi para sarjana-sarjana gres yang siap memasuki dunia kerja. Jadi mereka tidak perlu susah-susah melamar pekerjaan, malah mampu menyerap tenaga kerja syukur-syukur dalam jumlah yang besar,” paparnya.
General manajer pendidikan kesenian budaya Malangan, Sarkali, mengatakan, bergelut di dunia pendidikan nonformal merupakan hal menarik dan memberikan kepuasan batin. Karena menurutnya selain bisa menjadi lahan mencari nafkah juga bisa sekaligus menyalurkan hobi. “Sudah sejak lama saya mengajarkan tari-tari Malangan sama siswa-siswi yang orang tuanya masih perduli dengan budaya lokal. Ya, melalui tari saya berusaha mengajarkan mereka tanggung jawab akan pentingnya pelestarian budaya Malangan,” tuturnya penuh harap.
Ditanya berapa penghasilan yang diperoleh perbulannya, Sarkali yang hanya lulusan SMA tersebut menyebutkan cukup untuk kebutuhan keluarganya sehari-hari. “Saya senang mengajar anak-anak tari, Diamini Evi, pengahsilan yang didapat dari dunia pendidikan nonformal menurutnya sudah cukup mensejahterakan diri dan keluarga. “Kami tidak pernah menyangka bahwa instansi kami mampu berkembang sedemikian pesatnya. Dengan pengalaman yang kami peroleh ini, kami yakin bahwa dengan mengembangkan usaha ini, kebutuhan hidup kami tercukupi,” terang wanita lulusan diploma ADM tersebut.

Tidak Hanya Berorientasi Materi
Dalam situs direktorat pendidik dan tenaga kependidikan pendidikan nonformal, sumber Subdit Penghargaan dan Perlindungan (subdit harlindung) kota Jakarta menyebutkan, pada bulan Agustus tahun 2008 telah disalurkan dana insentif bagi Pendidik PAUD dalam 3 tahap. Dinyatakan, insentif yang telah diproses pencairan dananya oleh KPPN Wilayah III Jakarta sebanyak 27.533 Pendidik PAUD pada Tahap satu sebesar 11.193 orang pertengahan bulan April 2008 dan tahap dua sebesar 16.340 orang pada pertengahan bulan Mei 2008, masing-masing enam ratus ribu rupiah. Menanggapi berita serupa, staf ahli bidang pendidikan luar sekolah Kota Malang tidak mengelak jika dalam pendidikan nonformal terdapat bantuan dari pemerintah, namun menurutnya dalam pelaksanaannya di lapangan belum ada pemerataan bantuan.
Tidak dipungkiri, setiap aktifitas yang berguna untuk hajat orang bayak apalagi jasa tersebut demi generasi penerus bangsa, haruslah didukung oleh segenap pihak. Keberadaan orang yang bergelut di dunia pendidikan non formal haruslah diperhatikan kesejahteraannya layaknya guru yang akhir-akhir ini mendapatkan banyak tunjangan dari pemerintah. Sholeh Subagja, salah seorang pengajar privat agama di Kota Malang menyebutkan, masyarakat banyak memandang salah terhadap keberadaan guru privat agama. Menurutnya pemberian privat apapun merupakan jasa yang harus dihargai, baik privat pelajaran eksak, social, mengemudi, musik ataupun agama yang masing-masing memilliki tanggung jawab yang sama, mencerdaskan anak. “Terkadang persepsi masyarakat, guru agama tidak perlu dibayar. Masyarakat masih kurang menjunjung profesionalisme. Oleh karena itu jangan banyak berharap dari segi materi, kalau ada ya diterima kalau tidak ada ya tidak apa-apa. Tapi ini berbeda dengan privat yang lain seperti music, matematika dan bahasa inggris yang seberanya sama-sama berupa jasa”, paparnya.
Lebih lanjut pria yang akrab disapa Sholeh tersebut menjelaskan, lembaga nonformal punya peluang besar untuk dikembangkan. Terutama yang menjadi sasarannya adalah anak-anak SD-SMA sebagai prasyarat kelulusan. Biasanya lembaga lebih dipercaya karena lembaga lebih mandiri dan mereka harus membuktikan kualitasnya. Pria yang pernah menjadi wisudawan terbaik UMM ini mengatakan, dalam mengajar privat ikhlas menjadi kunci utama. Selain mendapatkan ketenangan jiwa karena ilmu yang bermanfaat, juga penghargaan masyarakat yang diberikan akan sangat berguna bagi kelangsungan hidup bermasyarakat disamping ada juga penghargaan materi meskipun jumlahnya tidak besar, tapi menurut sholeh cukup untuk makan.
Terjun di dunia pendidikan nonformal menurut sebagian mahasiswa bisa menjadi tempat mengisi waktu sebelum akhirnya mendapatkan pekerjaan yang tetap. Adi Mustafa, salah seorang mahasiswa semester tujuh mengatakan, menjadi guru privat selain bisa menjadi mata pencaharian juga menjadi pelarian dalam tanda kutib dari problem pengangguran. ”Sudah kurang lebih satu tahun saya menjadi guru privat, penghasilan ini selain dapat menolong untuk uang makan, juga bisa menjadi media pengisian waktu luang. Barangkali setelah lulus kita akan bingung bakalan kerja dimana, maka menjadi guru privat bisa menjadi semacam ruang tunggu sebelum akhirnya mendapatkan pekerjaan yang layak,” papar Adi.
Diamini juga oleh Romadhan, mahasiswa yang sudah menjadi guru privat sejak lulus Aliyah (setara dengan SMA) tersebut mengaku sangat senang mengajar privat. Pria asal Lombok itu berpendapat, meskipun tidak memiliki pekerjaan yang menghasilkan materi yang besar, privat menjadi salah satu solusi cerdas untuk mahasiswa yang ingin beraktualisasi diri. ”Lebih-lebih mereka yang sudah lulus menjadi sarjana, mengangur sambil menunggu panggilan adalah tindakan yang kurang tepat, menurut saya sambil nunggu panggilan kerja sambil memberi privat anak-anak menjadi solusi tepat. Privat apapun tidak masalah, sesuai dengan kemampuan kita masing-masing,” terangnya semangat. mg_min, pmg_mus/ fbr/ nin

"University Inn" Pelopor Hotel Pendidikan Indonesia

Editor: Khusnul Amin
Menjadi hotel pendidikan pertama di Indonesia adalah kebanggaan tersendiri bagi Inn University . Hotel yang dibangun di atas tanah seluas lebih kurang 5000 meter persegi di Jalan Raya Sengkaling No.1 Malang tersebut berusaha memberikan hal lebih bagi dunia pendidikan, berupa pemberian fasilitas dan kemudahan bagi akademisi dalam menjalankan tugas-tugas mereka. Serta menjadi pelengkap fasilitas pendidikan dan memfasilitasi program-program pendidikan, baik berupa riset dan penelitian, pelatihan, ataupun pengembangan.
Direktur University Inn, Ratih Juliati, mengatakan asal muasal didirikanya hotel Inn bukanlah bisnis. Namun, berkaitan dengan rencana UMM untuk membuka jurusan D3 Perhotelan. “Karena alasan itulah, universitas bermaksud mendirikan laboratorium bagi mereka," ujar dosen Manajemen Strategi Pemasaran tersebut.
Masyarakat sejauh ini menilai, papar Ratih, hotel merupakan tempat “bersenang-senang”. Oleh karenanya, Hotel Inn berusaha mengubah pandangan masyarakat dan menyampaikan bahwa hotel juga bisa dijadikan sarana pendidikan. Pernyataan senada diungkapkan Koordinator Divisi Ruangan, Netti Triana, menurutnya University Inn sebagai hotel pendidikan, dimaksudkan untuk memfasilitasi program-program pendidikan seperti riset, penelitian, dan pelatihan.
Ikhwal proses pembangunan, Ratih menjelaskan berdirinya hotel Inn merupakan hasil usaha kampus dalam membuat studi kelayakan pembangunan mall dan hotel sekitar kampus. Namun setelah diajukan pada investor, perusahaan yang diantara usahanya dibidang pembangunan hotel, menyetujui membangun sebuah hotel pendidikan di Kampus Putih Malang. "Awalnya saya membuat studi kelayakan pembangunan antara mall dan hotel, dan akhirnya PT Parwa memilih menjadi investor pembangunan hotel," tuturnya.

Ciptakan Atmosfer Religi
Sebagai hotel pendidikan, University Inn berusaha mengajak setiap pengunjungnya dapat menjadi lebih baik, minimal mendapat ilmu baru. Diantaranya adalah perpustakaan umum dengan beragam buku bacaan, dilengkapi digital library, serta area hot spot memudahkan pengunjung yang hendak menggunakan internet.
Netti menuturkan, beberapa ruang diatur khusus sebagai tempat pertemuan dan pelatihan disertai peralatan yang mendukung. "Di setiap pintu masuk kamar atau kamar mandi ditempel doa, minimal pengunjung mengetahui doa masuk kamar mandi. Bahkan di setiap kamar sudah tersedia petunjuk arah kiblat dan sajadah," ungkap alumni SMKN 3 Perhotelan Malang itu.
Lebih jauh wanita asal Batu tersebut menambahkan, pemberian tulisan doa-doa yang tertempel di setiap sudut ruang hotel menjadi bentuk pendidikan yang diberikan secara tidak langsung. Diamini Ratih, menurutnya managemen ingin menciptakan hotel yang bernafas Islami dengan perilaku Islami, tanpa harus mencantumkan nama hotel yang Islami. “Hal tersebut tampak dari banyaknya kaligrafi yang tertempel di dinding dan seluruh karyawan putri wajib mengenakan jilbab serta tidak tersedianya minuman beralkohol,” tukas dosen ekonomi tegas.

Terus Berbenah Tak Kenal Lelah
Hotel yang mulai dibangun tahun 2003 dan diresmikan tanggal 25 Juni 2005 oleh Bupati Malang, Sujud Pribadi, selalu berusaha untuk memperbaiki dan meningkatkan mutu pelayanan bagi para pengunjung. Diantara usaha yang dilakukan adalah dengan menyediakan Guest Comment Card, yaitu form saran kritik yang disediakan bagi para pengunjung. Sehingga, segala permasalahan yang menyebabkan ketidaknyamanan pengunjung langsung diketahui dan segera diperbaiki.
Kurang lebih tiga tahun sejak diresmikan, Hotel Inn telah mengalami perkembangan yang membanggakan. Terbukti dengan jumlah pengunjung yang bertambah dari tahun ke tahun. Yang biasanya hanya tamu-tamu sekitar Malang, sekarang sudah merambah sampai Surabaya. "Bahkan pernah ada bule Australia yang tinggal sampai dua bulan," papar Netti.
Bicara soal rencana pengembangan hotel, Ratih menjelaskan akan menambah ruangan untuk rapat. "Para pengunjung kebanyakan meminta ditambah ruang pertemuan, pernah ada yang menanyakan kolam renang. Namun, dilihat dari permintaan pengunjung, akan lebih bermanfaat jika membangun ruang rapat baru," terangnya. Lebih jauh Ratih, yang pernah menjabat sebagai Asisten Rektor Unit Bisnis itu mengatakan bahwa prosentase perkembangan hotel baik dari pendapatan maupun pengunjung, dari tahun ke tahun semakin meningkat. Jika diprosentasikan mulai dari 5 sampai 10 %.

Kemudahan Bagi Warga UMM
Sebagai unit usaha Kampus Putih yang diperuntukkan untuk umum dan warga kampus, University Inn memberi kemudahan bagi para warga UMM yang hendak menggunakan fasilitas di dalamnya. Diantaranya adalah kafe mahasiswa yang bisa digunakan diskusi atau pertemuan, tanpa harus membayar uang sewa kafe. Dengan suasana sejuk, sepi serta makanan dengan harga yang terjangkau mahasiswa, semakin nyaman untuk menggunakannya. Disamping untuk mahasiswa, Hotel Inn juga disediakan sebagai tempat penginapan dosen dari luar kota ataupun tamu asing yang ada hubungannya dengan UMM.
University Inn menjadi salah satu kebanggaan Kampus Putih dan mampu menjadi bukti identitas The Real University sebagai Kampus Pariwisata. "Secara tidak langsung, para orang tua mahasiswa yang menginap menjadi bangga dan merasa memiliki, sebab biasanya kampus-kampus lain hanya memiliki Guest House. Tapi UMM telah memiliki hotel," tegas Ratih bangga.

Tawarkan Konsep Tradisional Modern
Hotel yang bernuansa coklat tersebut, memang sengaja mengedepankan kesederhanaan dan kehangatan dalam hawa sejuk kota Malang. Konsep tradisional terlihat dari interior bangunan yang dipenuhi ukiran dari kayu, seperti kursi. Bahkan di pintu masuk pengunjung akan langsung melihat dua buah sepeda angin zaman kuno, orang Jawa menyebutnya sepeda unto.
Menurut Ratih, pihak hotel ingin meniru filosofi masyarakat Jawa melalui sepeda unto. "Orang Jawa identik dengan sepeda angin atau ontel, kami ingin mencontoh kesabaran mereka, dengan jalan setapak demi setapak tetap semangat dan menjadi modal dalam bekerja," jelasnya. Bukan hanya itu, penerima tamu semua pakai blangkon, yaitu semacam tutup kepala sebagai pelengkap pakaian khas Jawa. Adapun minuman khas penyambut tamu atau disebut welcome drink, lebih memilih minuman tradisional yang menyehatkan dan menghangatkan tubuh, yakni wedang rempah yang disajikan menggunakan cangkir dari batok, kulit kelapa bagian dalam.
Karena beberapa kelebihan itulah membuat pengunjung terkesan terhadap Hotel Inn. Seperti salah satu rombongan pengunjung, Vivid beserta keluarga mengaku merasa puas dengan pelayanan di hotel kampus tersebut. "Dengan tarif yang ada, saya rasa sudah sesuai dengan pelayanannya," ujar ibu asal Malang tersebut. mg_rom

pikirkan sebelum bertindak

Allah memberikan akal dan hati pada manusia barangkali karena melihat begitu potensialnya manusia untuk menjadi pemimpin di bumi (khalifah fil ardhi). lihatlah sepanjang sejarah kehidupan manusia,dari mulai upaya baik sampai upaya merusak bumi selalu disponsori oleh tangan manusia. kita tahu, asosiasi untuk manusia yang gila kekuasaan yang merusak dunia, Fir'aun, adalah profil satu manusia yang memiliki ambisi hebat untuk menguasai dunia dengan mengagungkan dan mengangkat dirinya sebagaiTuhan, tapi pada akhirnya ia hancur dan tenggelam oleh kecongkakannya. bagi mereka yang "gila harta" selalu diwanti-wanti untuk tahu diri dan melihat sejarah Qarun. pada zamannya, Qarun menjadi orang terkaya di dunia dan menganggap semua yang dimiliki adalah usahanya sendiri untuk menjadi kaya, dan bukan atas usaha orang lain atau makhluk lain (campur tangan Tuhan). karena kesombongannya tersebut, akhirnya ia pun ditenggelamkan bersama seluruh hartanya ke perut bumi.
adapun hero,tercatat dalam sejarah manusia beberapa tokoh besar dan terkenal budinya. Alexander the great,atau disinyalir sebagai panglima Zulkarnaen seperti yang tersebut dalam al-Quran, adalah panglima yang telah membawa kesejahteraan di bumi. dalam agama Islam,telah diajarkan untuk mengimani adanya Rasulullah (utusan Allah di Bumi. dialah Muhammad yang telah membawa peradaban untuk umat manusia, yang telah membawa manusia dari jaman kegelapan kepada jaman yang terang benderang,yang telah menunjukkan kepada kakek moyang kita bagaimana agar hidup selamat di dunia dan akhirat kelak.
contoh-contoh di atas mustinya cukup memberi pelajaran kepada kita untuk selalu sadar diri, bahwa dalam diri manusia selalu ada potensi untuk menjadi orang jahat layaknya Fir'aun dan Qarun serta menjadi orang baik, layaknya Alexander the Great dan Muhammad. pada setiap contoh profilling tersebut, sesungguhnya segala perbuatan yang dilakjukan manusia bermuara dari hati dan akal. "akal sebagai hakim yang dapat menentukan keputusan dalam bertindak, dan hati sebagai penasehat yang dapat memberi pertimbangan pada setiap tindakan. mana yang harus dipilih untuk dilakukan dan mana yang harus dihindari." sehingga, ungkapan berpikir sebelum bertindak merupakan terjemahan dari sekian proses panjang sang hakim dan penasehat untuk memutuskan! Semoga kita selalu dinaungi sang hakim yang adil dan sanga penasehat yang arif. Amin

hati

rasul pernah berkata: barangsiapa yang melihat kemungkaran diantara kalian, maka lawanlah dengan kekuasaanmu. jika kau tidak sanggup, maka rubahlah dengan ucapanmu (nasehat). jika kau tidak sanggup, maka rubahlah dengan hatimu,atau doakan saja lah. dan sesungguhnya yang paling akhir itu termasuk selemah-lemahnya iman. dalam hadits ini, kita diberi pelajaran untuk bertindak (baca bersikap) secara bertahap sesuai dengan potensi yang ada. siapa kita, disitulah kesesuaian antara sikap dan tindakan kita berlaku. berjuang dengan kekuasaan harus didasari hati nurani. berjuang dengan seruan pun harus disertai dengan hati. apalagi mendoakan, maka hati harus benar-benar hadir. mana yang lebih mulia? memang dalam hadits tersebut dikatakan, berjuang dengan hati saja merupakan selemah-lemahnya iman. tapi, mana yang lebih mulia orang yang bertindah meski dengan hati atau orang yang tidak bertindak sama sekali? sudahlah, Allah memiliki ukuran untuk setiap amal hambanya. yang terpenting adalah kiita masih mau menggubris hati kita, meski masih terlalu berat untuk bertindak. ukankah Cahaya hidayah turun secara sedikit demi sedikit disesuaikan dengan kadar iman hambanya.

Jumat, 10 April 2009

Menelisik Malang Sebagai Sentra Produksi Susu

Susu, Komoditas Utama Masyarakat Malang Raya

Selain bunga, suhu dingin dan buah apel sebagai icon Malang, ternyata kota pelajar ini juga merupakan penghasil komoditas susu sapi perah terbesar di Jawa Timur.
Masyarakat Indonesia secara umum memahami makanan yang dibutuhkan oleh tubuh adalah empat sehat lima sempurna. Susu sebagai bagian penyempurna kebutuhan tubuh sejauh ini dianggap minuman mewah dan hanya bisa dijangkau orang kaya saja, harganya yang mahal sering kali menjadi alasan meninggalkan minuman tersebut, lebih dari itu bagi bayi yang tinggal di pedesaan, susu dianggap bukan kebutuhan mendesak, sehingga pemenuhanya tidak menjadi prioritas, alhasil banyak bayi mereka mengidap gizi buruk.
Sampai saat ini, susu olahan ataupun murni banyak dikonsumsi bayi. Tidak sedikit susu yang dikonsumsi berasal dari susu import, namun untuk wilayah Jawa Timur, pemenuhan kebutuhan susu terbesar berasal dari wilayah Malang Raya. Susu yang berasal dari peternak warga Batu mutunya baik, demikian ungkap kepala seksi pembinaan dan pengembangan industri kota Batu, Hariyadi Agung, saat ditemui Bestari di kantornya.
Menurut Hariyadi, suplai susu mentah dari peternak warga Malang Raya bisa mencapai 360 sampai 400 ton perhari, dengan hampir semuanya dipasok industri pengolahan susu (IPS) besar, dan sangat sedikit yang diolah KUD sendiri untuk dijual baik berupa olahan maupun sebagai susu murni. “Suplai susu mentah 95% diserap PT Nestle. Hanya 5% masuk pasar lokal dan untuk diversifikasi produk, “ ujarnya.
Kenyataan itu, lanjut lulusan UB Malang tersebut, tidak lepas dari minimnya kemampuan masing-masing KUD mengolah sendiri susu mentah hasil ternak warga Malang Raya menjadi Industri susu. “Berdasar data, PT Nestle yang memiliki kapasitas produksi mencapai 650 ton per hari, mendapat pasokan dari sekitar 300 koperasi susu di Jawa Timur dan sebanyak 400 ton per hari berasal dari peternak Malang Raya, artinya sekitar 60% kebutuhan susu mentah PT ini dipasok oleh sekitar 19 koperasi susu yang ada di Malang Raya. Sebagaimana diketahui KUD di Malang terkenal terbesar dibanding dengan kota lain,” tukasnya.
Terkait pasokan susu, karyawan KUD Mitra Bhakti Junrejo yang tidak mau disebutkan namanya tersebut mengaku di Junrejo terdapat sekitar 400 peternak sapi perah aktif yang setiap harinya bisa menghasilkan susu mentah sekitar 10 ton perhari. Pada kunjungan Bestari dilokasi, terdapat banyak warga yang setiap sore membawa ember terbuat dari seng yang tertutup rapat berisi susu segar yang masih mentah. “Kate tak gowo neng KUD (mau saya bawa ke KUD), lumayan buat sangu sekolah putuku (buat dana sekolah cucuku),” jawab salah seorang peternak sapi perah tinggal di Jeding Junrejo, Kasman, sore itu saat buru-buru keluar rumah.

Harga Terjangkau Mutu Bagus
Pada kesempatan yang sama, seorang Ibu konsumen susu yang mengaku langganan susu murni mengaku percaya dengan mutu hasil ternak sapi perah warga Jeding, menurutnya minum susu murni lebih aman dibanding susu formula atau kemasan. “Saya lebih merasa aman dengan membeli susu mentah yang kemudian saya masak sendiri, selain itu, harga yang ditawarkan susu mentah juga relatif murah,” terangnya.
Hal senada juga disampaikan Abdullah Hasyim, menurutnya beli susu mentah lebih puas dan aman, faktor usia senja, lanjutnya membutuhkan energi yang lebih sehingga dia memutuskan berlangganan susu mentah. Disamping itu, harga susu mentah juga murah. “Saya kalau sudah kerja sedikit-sedikit pasti capek, maklum sudah tua, tapi minum susu setiap hari bisa sedikit membantu kebutuhan energi, ya paling-paling tiap hari beli satu liter, kan Cuma dua ribu lima ratus rupiah,” tukas pengasuh pesantren berbudaya ilmiah tersebut.
Pernyataan tersebut diamini Istri Abdullah, sebut saja namanya Umi, dia mengaku senang dengan perkembangan kesehatan Abdullah, menurutnya biarpun sudah tua tapi masih nampak sehat dengan rajin minum susu. Berlangganan susu mentah lanjutnya sangat baik, selain untuk memenuhi kebutuhan energi masa usia senja sangat baik juga dikonsumsi seluruh keluarga sebagai minuman sehari-hari. “Saya sering beli susu di KUD Dau, saya pikir susu mentah lebih terjangkau harganya,”ungkapnya.
Peternak sapi perah, Kasman, mengaku menjual susu mentah di KUD dengan harga Rp. 2.300- Rp. 3.700 perliter. Meski menurutnya harga ini cukup murah tapi dia senang bisa tetap menjual susu, tapi dia mengeluhkan saat kemarau tiba pakan ternak sulit dicari akibatnya produksi susu terhambat, paling banter susu yang dihasilkan merupakan kualitas rendah. Biar begitu, dia juga berharap harga susu bisa naik lagi agar kebutuhan sehari-hari bisa terpenuhi dari hasil ternak sapi perah. “Ealah, kan namung niki mawon sumber koyo kulo (maklum, ternak sapi perah saja mata pencaharian keluarga saya),” keluhnya lugu.

Masyarakat Malang Raya Perlu Buka Mata
Banyaknya potensi ekonomi di Malang Raya menjadikan kota terluas di Jawa Timur setelah Surabaya tersebut sebagai daerah produktif. Mulai dari potensi ekonomi yang terdapat di perkotaan dengan hiruk pikuknya sampai pada masyarakat pedesaan dengan hasil tanahnya serta ternaknya yang luar biasa melimpah. Walaupun Malang daerah yang kaya, tapi tidak semua komoditas potensi ekonomi bisa dimanfaatkan dengan baik, susu sapi perah hasil ternak masyarakat Malang Raya contohnya, belum mampu menjadikan masyarakat desa berkehidupan layak, demikian ungkap Hariyadi Agung.
Menurutnya sudah saatnya masyarakat buka mata dengan kenyataan tersebut. Dinas perindustrian dan perdagangan sebagai pemantau dan pembimbing industri (mg_min)

Hidupkan Budaya Kritis Bangsa.

Oleh: Khusnul Amin*
Sering kali kita menemukan orang menuturkan ini-itu, bercerita panjang lebar dan tidak jarang berani bersumpah pula. Hal yang jarang kita sadari dan lakukan adalah mencari kebenaran atas apa yang telah kita dengar dari orang tersebut, tanpa perlu mengklarifikasi kembali, meng­-iya-kan saja dan merespon hal tersebut secara buta.
Satu contoh kasus yang terjadi, maraknya anti Ahmadiyah. Banyak orang islam saat ditanya tentang ini, sontak saja menjawab ini sebuah aliran sesat dan ‘wajib’ dibubarkan, coba saja lanjutkan pada pertanyaan selanjutnya, dari mana dikatakan sesat? Hampir pasti mereka akan menjawab ‘katanya dan katanya’ sampai sulit dicari sumber aslinya. Barangkali akan termaklumi jika kasus tersebut terjadi pada orang awam, orang yang tidak pernah sekolah akan kita maklumi mudah terprofokasi karena memang mereka tidak mungkin mencari kebenaran sendiri melalui pembacaan sumber, baik buku, majalah ataupun sumber tulisan lain, dan yang ada mereka akan hanya bertanya pada orang yang dianggapnya lebih tahu.
Tapi, jika hal di atas terjadi pada mahasiswa, sepertinya kita patut tarik nafas sejenak. Sangat disayangkan, budaya membaca generasi penerus bangsa saat ini sangat minim. Paling banter akan hanya membaca pelajaran kuliah, itupun saat mau ujian atau membuat tugas akhir. Bukan rahasia lagi jika minat membaca saat ini tereliminasi dan beralih kepada budaya melihat dan mendengar. Alhasil, pelajar, baik yang berstatus mahasiswa maupun sekolah menengah memiliki kecenderungan pasif.
Yang lebih ironis, mereka yang menyeru penolakan terhadap Ahmadiyah dengan demonstrasi, mereka berteriak-teriak, mengganggu lalu lintas, bahkan adu fisik dengan aparat keamanan. Yang menjadi pertanyaan, apa mereka semua faham dengan yang diperjuangkannya? Bukan bermaksud su’udhan, tapi coba lihat bukti. Sering kali demonstrasi dimotori oleh sebagian orang yang lebih kita kenal dengan istilah profokator, bisa dibilang merekalah sebenarnya yang tahu akar persoalannya, dan kebanyakan dari mereka hanya ikut-ikutan saja.
Ciptakan budaya membaca
Untuk keluar dari jeratan kepasifan, saya teringat kata bijak, ‘jangan mencari motifasi untuk dapat melakukan sesuatu, tapi lakukanlah sesuatu maka kamu akan termotifasi’. Satu peri bahasa yang sarat makna. Jika membaca butuh kondisi hati yang nyaman, maka untuk mendapat kondisi tersebut, orang harus memulai dulu, baru akan senang dan nyaman. Konon, memulai pekerjaan merupakan sebagian keberhasilan dari pekerjaan itu sendiri.
Jika pola pendidikan formal masih memanjakan siswanya, maka saya fikir orang-orang di sekitarnya-lah yang punya tanggung jawab memberi motifasi pada siswa tersebut untuk bebuat, dan bukan hanya melihat. Berbuat bermakna selalu mencari dan menganalisis kebenaran atas sesuatu yang belum pernah diketahui sebelumnya, agar mereka tidak hanya ikut-ikutan saja.

*Mahasiswa dan juga aktifis Pers kampus Unmuh Malang.

Peluncuran Hotspot di Malang

Smart City Dan Cyber City, Icon baru kota Malang
Lapisan masyarakat melek teknologi mulai subur. dari internet masuk desa, sampai layanan internet bebas kabel (Hotspot) tersebar di penjuru ruang di kota bunga tersebut.
Malang sudah menjelma menjadi Industri city. Gaya hidup masyarakat kota sudah menjelma menjadi modern style life, yang serba canggih dalam penggunaan tehnologi. Malang melalui program Tri Bina Cita-nya (sebagai Kota Pendidikan Internasional, Kota Industri dan Kota Pariwisata) menyulap kota terbesar kedua di Jawa Timur setelah Surabaya tersebut menjadi kota yang cerdas (smart city).
Upaya Malang menjadi Smart City pada tahun 2007 lalu diwujudkanya dengan peluncuran sedikitnya 65 area hotspot WiFi yang tersebar di berbagai sudut kota. Pengadaan Hotspot itu bukan hanya diperuntukkan bagi mereka yang sudah biasa menggunakan internet sebagai media informer mereka. Namun, pengadaan Hotspot Area ini juga diharapkan mampu mengenalkan bahkan mengakrabkan mereka yang melek internet, begitu yang diungkapkan kepala kantor pengolahan data elektronik (KPDE) Kota Malang, Rr. Tri Widyani P, Msi.
Menurutnya, Kota Malang yang terlanjur memiliki label sebagai Kota Pendidikan kini tak hanya dianggap atau dipandang saja. Melainkan label ini menjadi presser alias pendorong usaha pengembangan mutu dan kualitas serta berbagai sarana dan prasarana pendidikan di Kota Malang. Baik dari segi fasilitas fisiknya, seperti pengadaan perpustakaan “Cyber Library” dalam rangka meningkatkan kualitas baca dan mendorong minat baca. Yang hingga saat ini, akhirnya diikuti pula dengan peluncuran Hotspot Area di Kota Malang menuju Malang Cyber City (CMM).
Sejauh ini, lanjut lulusan S-2 Unair tersebut, Hotspot Area yang sudah terpasang di Kota Malang telah mencapai sekitar lebih dari 60 titik. Termasuk di dalamnya adalah, kawasan peta pendidikan Seperti daerah universitas dan sekolah tingkat menengah. “Sebenarnya tak terputus itu saja, bagi para bussiness persons maupun bagi orang-orang lain dalam public area pun bebas menggunakannya. Misalnya, saat seseorang pulang dari kerja yang kemudian melepas lelah sambil minum secangkir kopi hangat pada salah satu kafe di suatu plaza di Kota Malang pun bisa membuka notebooknya, lalu memulai surfing atau browsing sembari mendapat informasi hangat yang memungkinkan menjadi inspiration source bagi karirnya di hari esok,” terang Tri Widyani santai.
Tiya Darmayanti, salah seorang siswa SMA 4 negeri Malang, saat duduk santai bersama teman-temanya di areal tugu kota malang yang kebetulan sekolahnya berada persis di depan tugu kami hampiri, saat kami tanyai, ia mengaku sering memanfaatkan fasilitas hotspot, menurutnya sudah sejak pertengahan 2007 lalu kepala sekolahnya mensosialisasikan keberadaan hotspot yang ada di sekolahnya. “Bahkan guru kami saat mengajar di kelas menggunakan laptop dengan layanan hotspot. Kami para siswa pun sering dianjurkan untuk membawa laptop agar bisa mengakses internet secara mudah dan gratis,” jelasnya.
Senada denganya, Yusita ika Hariyani, yang masih teman sekelas Tiya mengaku sangat senang dan menyambut gembira program Pemerintah Kota (Pemkot) pengadaan hotspot tersebut, gadis yang mengaku sebagai ketua redaksi majalah sekolah, Stetsa, merasa mendapat kemudahan untuk mencari bahan jurnalistik buat majalahnya. “Tidak perlu banyak mengeluarkan biaya lagi, dan juga bisa bebas mencari sebanyak-banyaknya yang kita perlukan,” ucapnya sembari menata kaca matanya yang agak kedodoran.
Saat ditanya keuntungan fasilitas hotspot, Tiya mengaku dengan kepolosanya, “Ya, biar kita ndak gaptek, biar kita pinter ndak sekedar pinter, biar ndak ketinggalan berita, biar dapet temen banyak, yah pokoknya banyak yang kita dapatkan, lagian juga biar ndak katrok,” jawabnya sambil ketawa lepas.

CMM vs Education
Khusus kaitanya dengan dunia pendidikan, Tri Widyani mengaku Malang Cyber City didesain sebagai sistem pemelajaran interaktif-atraktif berbasis teknologi informasi dan komunikasi serta media elektronik yang memungkinkan tenaga pendidik (guru/dosen/pakar) mengajar dan peserta didik (siswa/mahasiwa) belajar di mana pun dan kapan pun dalam suasana aman, nyaman dan menyenangkan, baik di dalam maupun di luar lingkungan sekolah/kampus di Kota Malang.
Selain menempatkan Hotspot di taman, kelas atau perpustakaan sekolah dan kampus, lanjut wanita Magetan tersebut, MCC juga akan menempatkan Hotspot di lokasi-lokasi strategis yang dapat dijadikan alternatif tempat belajar yang nyaman dan aman bagi Peserta Didik. “Venue yang dapat dijadikan alternatif lokasi Hotspot di Kota Malang antara lain: Araya Plaza, Asrama Mahasiswa UM, Asrama Mahasiswa Unibraw, Balai Kota Malang, Bandara Abd. Saleh Singosari, Bioskop Mandala 21, Bioskop Sarinah 21, Dieng Plaza, Food Stall Gajayana, Food Stall Pulosari, Food Stall Sawojajar, Food Stall Trunojoyo, Gedung DPRD Kota Malang, GOR Ken Arok, Gym Jalan Bondowoso, Kantor-kantor Dinas/Cabang Dinas Pendidikan, Malang Olympic Garden, Malang Town Square (Matos), Perpustakaan Umum, Restaurant Fast Food (McD, KFC), Skate Park UM, Skate Park Unibraw, Stasiun KA Malang Kota, Taman Alun-alun Bundar (depan Balai Kota), Taman Hutan Malabar, Taman Wisata Rakyat, Terminal Bus Arjosari, Terminal Bus Gadang, Terminal Bus Landungsari, Velodrom Sawojajar, Warung Lesehan sepanjang jalan Soekarno-Hatta dan Tlogomas,” ungkapnya sembari sesekali melihat monitor komputer.

Masih merangkak
Alun-alun kota Malang yang merupakan salah satu areal hotspot nampak kurang dimanfaatkan masyarakat pengguna fasilitas murah tersebut, suatu siang kami berkunjung ke lokasi dan nampak seluruh pengunjung alun-alun yang terdiri kebanyakan kaum remaja yang hanya duduk-duduk manis sambil bercengkerama bersama pasangan mereka, hal ini menurut Tri Widyani, adalah persoalan waktu saja. Menurutnya informasi pemasangan hotspot belum sepenuhnya diketahui khalayak, lambat laun mereka akan tahu dan pada akhirnya akan memanfaatkanya.
“Kan semuanya masih dalam proses, memang banyak yang perlu dibenahi. Dalam membangun masyarakat berkemajuan itu kan tidak cukup dengan waktu setahun-dua tahun jadi, tapi, harus terus dibenahi dari waktu ke waktu sebagaimana pemasangan hotspot juga demikian, masih perlu banyak perbaikan,” jelasnya serius.
Menurut juru parkir Alun-alun, Rahman, yang sehari-hari kerjanya dilokasi tersebut, waktu kami ke alun-alun sempat menghampiri, ia mengaku yang sering bahkan terbilang rutin datang ke alun-alun dengan membawa laptop hanya dua orang. Menurutnya, laki-laki potongan bapak-bapak setiap malam datang dan remaja yang menurut dugaan Rahman adalah mahasiswa setiap menjelang sore rutin kesana. Hal ini menunjukkan belum maksimalnya sosialisasi kepada masyarakat bahkan cenderung terkesan sekadar memfasilitasi tanpa penanganan yang rapi. Lagi-lagi Tri Widyani berpendapat semua masih dalam proses.
Disinggung kerja sama dengan pihak mana saja dalam peluncuran hotspot tersebut, wanita yang tinggal di Tirtasani Estate malang tersebut mengaku, Pemkot dalam penggarapanya tidak sendirian. “Ini merupakan kerjasama antara Pemerintah Kota Malang dengan PT. Telkom. Dengan terpasangnya area hotspot di berbagai tempat dan taman kota Malang, nantinya Malang akan menjadi Taman IT, dan Malang Cyber City, yang pada gilirannya akan menuju Malang Kota Smart.” Ujarnya.
Dalam hal tersebut, terang Tri Widyani, pemerintah kota malang dan PT. Telkom mengadakan perjanjian kerjasama, dengan ditandai penandatanganan nota kesepahaman oleh walikota Peni Suparto dan general manager kandatel malang, Ir. Didik Sukasdi, MT. “Dukungan positif dari Walikota Malang pada implementasi ICT di Kota Malang bukan sekedar catatan. KPDE Pemkot Malang kini menjadi NOC bagi semua kantor-kantor dinas strategis dan kecamatan di lingkungan Pemkot Malang. Laman Pemkot Malang (www.pemkot-malang.go.id) senantiasa ter-update. Demikian pula pengaduan yang dialamatkan pengunjung atau warga ke laman Pengaduan (pengaduan.pemkot-malang.go.id) selalu terjawab dengan santun,” jelasnya mengakhiri.(mg_min)

Kisah Jurnalis Kampus

PUSINGNYA, SAAT KEJAR DEAD LINE

“Menulis adalah jalan hidupku”, begitu ungkapan salah satu penulis terkenal Eropa tahun 80-an Erskine Caldwell, mungkin ungkapan ini bermakna mengabdikan seluruh hidupnya sebagai penulis atau bermakan lain, entahlah. Bagi saya, menulis adalah hal yang menyenangkan, menulis menjadi alternatif curhat yang aman dan nyaman, bahkan menulis bisa menjadi pendapatan tambahan.
Secara sederhana, kategori penulis bisa dikelompokkan menjadi dua, penulis bebas dan penulis terikat. Penulis bebas biasanya bisa menulis kapanpun dan bagaimanapun. Sedang penulis terikat, mereka ditentukan kapan menulis dan bagaimana gaya penulisanya, wartawan barangkali tergolong kategori kedua. Sebagai penulis terikat, menjadi reporter kampus adalah hal yang menyenangkan, kami diberi kebebasan seluas mungkin untuk berkreasi dan berkarya, tidak seperti pada umumnya wartawan sering mendapat tekanan dari atasanya, di kampus kami dibimbing, dimotifasi untuk menyempurnakan tulisan yang dianggap kurang sempurna.
Sebagai mahasiswa, seyogyanya harus pandai mengatur waktu, selain punya tanggung jawab sebagai reporter, juga dituntut aktif mengikuti kuliah. Tentu tidak bisa mengkambing hitamkan prefesi jurnalis saat kuliah terbengkalai, atau sebaliknya menyalahkan jam kuliah saat tidak mampu menyelesaikan dead line. “Ibarat sekali mendayung dua, tiga pulau terlampaui”, begitulah ungkapan yang pantas disandang seorang jurnalis kampus, tentunya bagi mereka yang sukses membagi waktu kuliah dan menulis secara tertib.
Menyandang status Reporter kampus tidak semudah yang saya bayangkan dulu, walau tidak juga terlalui sulit. Kami dituntut mampu menyelesaikan tulisan dalam tempo yang sudah ditentukan (sesuai Dead line) dan jenis tulisan yang sesuai dengan keinginan Redaksi pelaksana (Redpel), hal yang paling saya benci di dunia jurnalis kampus adalah ketika tulisan tidak beres-beres, sedang batas waktu yang diberikan habis (dead line). Kondisi semacam ini seakan merasa kemana-mana dikejar Redpel, “mana tulisanmu?” sebuah pertanyaan yang selalu akan terngiang dan menjadi beban.
Tidak jarang kantor redaksi menjadi tempat tidur ekslusif bagi reporter kampus. Lupa pulang itu hal yang biasa demi mengejar dead line, ngelembur menjadi menu setiap edisi terbitnya untuk memenuhi tanggung jawab menyelesaikan berita, bahkan lelah dan capek yang menyerang kadang mampu ditepis saat stamina lumayan bagus, tapi terkadang ngelembur bukan pilihan tepat ketika kejar dead line yang bertepatan dengan ujian semester. Kedalanya, karena tenaga dan pikiran sudah terkuras habis disiang hari, dan saat malam tiba tinggal ngantuknya saja waktu menghadapi komputer.
Orang bijak mengatakan, “orang berpengalaman bukan yang banyak mengalami masalah dalam hidupnya, tapi orang yang mampu menangkap setiap kejadian dalam hidupnya dan menjadikanya sebagai pelajaran yang berharga”, berangkat dari peribahasa tersebut, bergelut di dunia jurnalis kampus merupakan nilai lebih yang dimiliki mahasiswa. Sibuk kuliah dan sibuk menulis, dua pekerjaan yang sama-sama mulia. Namun demikian, jika status ganda pada mahasiswa ini tidak menjadikanya semakin semangat dalam kuliah dan menulis, dalam arti salah satunya terbengkalai, maka mereka termasuk orang yang belum mampu memaknai kehidupanya.

Identitas Diri:
Nama : Khusnul Amin
Profesi : Wartawan Kampus, Bestari UMM
Usia : 22 Tahun
Alamat email : aemin_85@yahoo.com
No HP : 085648214720
Alamat : Jl. Tirto Mulyo Gang V
No Rekening : 79105060
Rubrik : Untuk Dimuat di Rubrik WARTEG

Penyimpangan Dana Pendidikan, Jangan Hanya Dicibir

Dalam harian MI (24/9), direktur pusat kajian anti korupsi UGM, Zainal Arifin Mochtar menyatakan, adanya penyimpangan dana anggaran pendidikan merupakan potret gagalya pembangunan di bidang pendidikan oleh departemen terkait, departemen pendidikan nasional tentu yang dimaksudkan. Dia mengindikasikan, Depdiknas sejauh ini terlalu sibuk mengurusi dan memperjuangkan anggaran pendidikan 20 % saja dan seharusnya sudah mulai memikirkan bagaimana membuat program pendidikan yang baik.
Dalam tulisan singkat tersebut seakan Zainal Arifin Mochtar memberi kritik sekaligus pembelajaran yang sangat berharga bagi kita semua yang terlibat dalam dunia pendidikan, terkhusus tertuju pada pengambil kebijakan pendidikan, depdiknas. Buat apa banyak menuntut Negara dengan meminta anggaran dana besar tapi secara mikro belum bisa membuktikan diri siap dan layak mendapat kepercayaan bantuan anggaran yang besar.
Sebagai mahasiswa yang nantinya akan terjun di dunia pendidikan, saya turut miris meyaksikan kenyataan besarnya dana yang dielewengkan depdiknas. Berdasar data yang ada, Indonesia Corruption Watch (ICW) menemukan penyimpangan pengelolaan aset di depdiknas sebesar 815,6 miliar. Apakah hal ini wajar? Entah kemana nurani mereka, potensi yang diberikan pada mereka yang seharusnya didayagunakan untuk mengembangkan pendidikan di Indonesia malah menjadikan mereka “maruk” menyelewengkan dana besar.

Dialog Kearifan, Sastra Goethe (Jerman) Di UMM

Kamis (19/07), UMM kedatangan tamu istimewa, seorang sastrawan dari Jerman Berthold Damshaeuser dan sastrawan Nasional yang juga redaktur majalah Horison Agus R. Sarjono. Mereka sengaja datang dalam acara pembacaan puisi dan diskusi pemikiran Johann Wolfgang Von Goethe, acara kerjasama PSIF UMM dan Goethe Institut ini bertempat di BAU, dengan mengusung tema dialog kearifan Islam-barat. Dihadiri PR1 yang sekaligus membuka acara, dalam sambutanya menyatakan “walaupun saya orang teknik tapi bisa merasakan keindahan dan sentuhan serta pesan sastra” guyonnya setelah melihat pembacaan puisi pada pembukaan.
Acara yang dimoderatori pelukis dan penyair Acep Zam-Zam Noor ini diawali dengan pembacaan puisi karya budayawan terkenal Mustafa Bisri oleh UKM Teater UMM, dengan mendayu-dayu dan ekspresi yang indah memaksa 53 peserta tercengang dan hanyut dalam pelukan keindahan sastra.
Goethe institut telah melakukan serangkaian perjalanan pembacaan sajak-sajak karya Goethe ke beberapa daerah di Indonesia “khususnya pembacaan puisi diadakan di Pesantren” ungkap Acep dalam memberikan pendahuluan. Di Malang UMM dipilih sebagai tempat pembacaan puisi setelah dari Pesantren Al-Amin Madura. “Dalam banyak karya puisinya, Goethe mengembangkan perhatian dan penghormatanya yang khusus pada Islam” ungkap Acep lebih lanjut.
Johann Wolfgang Von Goethe adalah seorang sastrawan berasal dari Jerman yang pada masa hidupnya berupaya menjembatani dialog negara barat dan negera timur, karya syairnya sudah dicetak dalam bahasa Indonesia empat kali. Karya yang keempat berjudul satu dan segalanya atau dalam bahasa Jermanya Eind und Alles terbit dibulan Maret 2007, dalam buku ini berisi kumpulan puisi karya Goethe.
Dianggap karya yang fenomenal, puisi-puisi dalam bahasa Jerman tersebut diterjemahkan oleh Berthold Damshaeuser dan Agus R. Sarjono yang berupaya mengubah sastra Jerman kedalam bahasa Indonesia dengan tidak mengurangi pesan moral dan keindahan bahasa, sehingga kedua sastrawan tersebut berkolaborasi. Puisi karya terjemahan keempat Goethe inilah yang oleh sastrawan Jerman Berthold Damshaeuser dan sastrawan Indonesia Agus R. Sarjono mencoba dibacakan dan dibedah dibeberapa tempat di Indonesia.
Acara yang menurut jadwal dimulai jam 08.00 dan selesai jam 13.00 ini, memiliki rangkaian acara pembacakan puisi karya Goethe dan dilanjutkan dengan diskusi, tampil sebagai penyaji diskusi adalah DR. Syamsul Arifin, M.Si, kepala Pusat Studi Islam dan Filsafat UMM dan doktor sosiologi Islam IAIN Sunan Ampel Surabaya dan Drs. Ajang Budiman, M.Hum, Magister Filsafat Universitas Gajah Mada dan dosen sastra UMM. (P_Mg.Min)

Paradigma Ilmu Dalam Wawasan Islam

Oleh : Khusnul Amin*

Manusia sebagai salah satu makhluk ciptaan Tuhan . kedatanganya dimuka bumi dilengkapi dengan berbagai potensi. Potensi yang paling utama yang membedakanya dengan mahluk lain adalah diberikan-Nya akal, budi, fikiran, cipta rasa, karsa dan karya. Karena potensi inilah manusia diangkat menjadi Khalifah di muka bumi dengan tugas pokok adalah mengurus Alam semesta. Dalam konteks keruangan, manusia dengan alam saling mempengaruhi. Adapun kualitas hubungannya sangat bervariasi, hal ini tergantung sejauh mana penguasaan manusia terhadap teknologi dan ilmu pengetahuan.
Alam semesta ciptaan tuhan begitu luas idak mungkin manusia dapat menguasainya dan mengungkap semua rahasia yang ada dalam alam ini. Oleh karenanya manusia perlu sadar dan tahu diri dalam mengupayakan pengembangan sains dan teknologi agar tidak terjerumus dalam sebuah lubang kesombongan dan arogansi intelektual karena sudah merasa menguasai sains dan teknologi. Semua usaha-usaaha yang telah dilakukan manusia sesungguhnya bagian dari Sunatullah (hukum alam).
Dalam alquran kata ilmu terulang sebanyak 854 kali (Islam untuk disiplin ilmu manajemen Informatika. 2004). Yang menandakan betapa besarnya perhatian Islam terhadap ilmu pengetahuan itu sendiri, namun berbicara mengenai ilmu pengetahuan para kelompok materialisme menganggap sumber ilmu hanya terbatas pada materi-materi yang dapat dijangkau oleh indera atau hal-hal lain yang dapat ditangkap oleh akal saja (sunnah, ilmu pengetahuan dan peradaban.2001.halm.117). dalam Islam sumber-sumber ilmu pengetahuan terdiri dari dua sumber yaitu materi dan akal,dan menghargainya sebagai perangkat penting, bahkan sebagai nikmat yang Agung yang dikaruniakan Allah kepada manusia agar mereka mengenal dirinya dan alam sekitar.
Manusia dengan potensi ilmu pengetahuan mampu menyingkap rahasia atau aturan-aturan alam yang dianggap sebagai kesaksian yang paling besar dan bukti paling akurat akan adanya Tuhan yang maha tinggi, yang telah menciptakan sesuatu dan memberinya petunjuk. Allah berfirman yang artinya: “dialah Allah yang mengeluarkanmu dari perut-perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu, lalu ia menjadikan bagi kamu pendengaran dan penglihatan serta hati agar kamu bersyukur”(QS.al-nahl:78) Ia berfirman juga : “dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan dimintai pertanggung jawaban”.(QS. Al-isra’: 36).
Sains dan teknologi sebagai cabang-cabang budaya
Sejarah mencatat kemajuan sains dan teknologi yang ditemukan dan dikuasai para saintis zaman modern dapat meningkatkan daya dukung lingkungan. Namun kalau dipandang dari sisi lain yaitu sisi Negatif maka yang ada adalah penurunan daya dukung lingkungan, sehingga sampai ke titik akhir diluar batas kemampuanya. Maka yang terjadi adalah ketimpangan lingkungan dalam bentuk kekeringan, tanah longsor, pencemaran dan lain-lain, sebagai akibat dari perilaku manusia yang tidak selaras dengan daya dukung lingkungan yang bersangkutan.
Daya dukung lingkungan bersifat relatif dan lingkungan memiliki keterbatasan. Bila pemanfaatan dan populasi yang dapat didukung oleh lingkungan tersebut telah melewati batas kemampuan, maka akan terjadi bentuk ketimpangan. Allah berpesan dalam firman yang artinya: “Dialah Allah yang menjadikan segala sesuatu yang ada di bumi untuk kamu dan berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikanya tujuh langit. Dan dia maha mengetahui segala sesuatu.(QS. Al-baqarah: 29). Ini artinya bahwa segala sesuatu yang Allah ciptakan ini adalah untuk manusia, hanya manusia tentunnya harus mamahami bahwa mereka juga memiliki kewajiban untuk menjaga dan memelihara keseimbangan agar terjadi kelestaian bagi generasi selanjutnya.
Tanggung jawab ilmuan dan ahli teknologi
Dalam sebuah Al-quran dijelaskan bahwa fungsi manusia hidup di dunia adalah untuk beribadah pada Allah dan sebagai khalifah. Tentunya kalau melihat dari penjelasan ini kita pun dapat tahu bahwa Ilmuan dan para ahli teknologi yang sebagai manusia harus menyadari bahwa potensi sumber daya alam ini akan habis terkuras untuk pemenuhan kebutuhan manusia apabila tidak dijaga keseimbanganya. oleh sebab itu tanggung jawab khalifah banyak bertumpu pada para ilmuan dan ahli teknologi.
Dalam kaitanya dengan tanggung jawab yang dipikulnya, manusia diberikan keistemawaan berupa kebebasan untuk memilih dan berkreasi sekaligus menghadapkanya dengan tuntunan kodratnya sebagai makhluk psiko-fisik.(islam untuk disiplin ilmu manajemen informtika: 2004).
Dampak penerapan sains pada lingkungan
Dalam bahasa Ernest haeckel menyebutkan interaksi manusia dengan lingkunganya secara sederhana disebut Ekologi. Dalam konsep ekologi lingkungan dibedakan atas lingkungan biotik ( segala makhluk hidup yang ada di sekitar kita atau mahkluk hidup lain yang terhadap kehidupan kita di bumi) dan lingkungan dan lingkungan abiotik ( segala kondisi yang ada di sekitar makhluk hidup yang bukan berupa organisme hidup). Sedang pada konsep ekologi manusia ada lingkungan alam, sosial dan budaya.
Adapun dampak penerapan sains terhadap lingkungan, yaitu adanya pertumbuhan dan perkembangan persebaran penduduk dunia dengan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dimilikinya, telah membawa dampak positif yaitu: sebagai peningkatan kemakmuran serta kesejahteraan pada umumnya dari pengolahan dan pemanfaatan sumber daya lingkungan. Adapun dampak negatif berupa: perusakan lingkungan, seperti erosi, kekeringan, pencemaran, dan lain sebagainya.
Objek sains menurut al-quran
Dalam ranah pengetahuan Qalbu (hati) sebagai Objek sains adalah al-haqq (kebenaran), adapun ranah penegetahuan ‘Aqli (akal) objeknya adalah ‘Anfus (diri sendiri), dan yang terakhir adalah ranah Nafsi (ketrampilan psikomotor) yang mempunyai objek ‘Afaq (cakrawala-cakrawala). Allah berfirman yang artinya : “nanti akan kami perlihatkan pada mereka ayat-ayat kami di cakrawala-cakrawal (al-afaq) dan di dalam diri mereka teranglah bagi mereka kebenaran itu….”.(QS. Fushilat: 53).
Tujuan ilmu menurut al-quran
Dalam pandangan Islam, ilmu yang diterapkan atau teknologi adalah untuk mensyukuri nikmat-Nya yang berupa ilmu yang diajarkan pada orang yang mau membaca tanda-tandanya. Jadi tasykir adalah konsekwensi dari ta’lim. Sedangkan tujuan akhir dari tasykir, yang juga merupakan fondasi dari ta’lim itu, adalah tauhid. Tauhid sebagai sasaranya adalah agama, ta’lim tujuanya adalah sains, dan tasykir adalah teknologi.
Dalam sebuah buku yang membahas lebih khusus tentang Islam dalam ilmu terapan menunjukkan yaitu: manfaat ilmu pengetahuan sangat komplek dan strategis (a). menunjukkan kebenaran, (b). mengenal kebaikan, (c). meningkatkan kemakmuran atau kesejahteraan, (d). meningkatkan harkat dan martabat manusia, (e). menumbuhkan dan meningkatkan kesadaran hak dan kewajiban, (f). meningkatkan rasa percaya diri,(g). meningkatkan produktifitas kerja, (h). memperoleh amal jariah bila diamalkan,(i). memiliki keunggulan hidup dunia dan akhirat. (Islam untuk disiplin ilmu teknologi. 2004. halm 26-43).


*Pengajar Ekstra kurikuler BTQ di MTs Muhammadiyah I Malang
Alamat: Jl. Bendungan Sutami 188 A Malang
Email: aemin_85@yahoo.com

Refleksi hari anak nasional

Hand Phone dan Porno Aksi Anak Sekolah
Masa remaja merupakan masa yang paling menyenangkan. Masa bebas berekspresi dan bereksperimen atau coba-coba. Tidak baik buat perkembangan psikologis mereka kalau perannya banyak dibatasi dan dicampuri orang dewasa. Harus diakui, kini di Indonesia, orang tua semakin demokratis dalam pola mendidik anak mereka, terutama para orang tua yang tinggal di perkotaan. Tidak ada bentakan, tidak ada cacian dan yang ada hanya reward atau hadiah untuk memacu kreatifitas anak mereka.
Di satu sisi, kita patut berbangga dengan iklim pendidikan keluarga semacam ini, pola pendewasaan anak yang dulu kebanyakan menggunakan metode militer yang walaupun terbilang sukses dalam satu segi, kedisiplinan misalkan, tapi tidak sedikit pula anak-anak tersebut pada usia dewasa memiliki masalah pada kejiwaan mereka. Namun pada sisi lain, orang tua harus membayar mahal atas pola pendidikan yang mereka terapkan terhadap anak mereka, sang anak menjadi sangat liar, nakal dan tidak mampu lagi membedakan mana yang seharusnya mereka kerjakan dan mana yang harus dijauhi.
Memang terjadinya kenakalan tersebut tidak bisa kesalahan sepenuhnya dialamatkan kepada remaja dan orang tua yang kurang mengurusi anak mereka, kita perlu membuka mata bagaimana kehidupan masa remaja sekarang, bentuk penyimpangan sangat mudah dilakukan apalagi setelah adanya kemajuan teknologi. Orang tua nampaknya kecolongan dengan ulah mereka, meskipun teknologi tersebut sangat berguna bagi kelangsungan hidup manusia, namun masih menyisakan berbagai persoalan yang mestinya segera dipikirkan untuk segera dicari jalan keluar.
Satu bentuk teknologi, sebut saja HP, Siapa yang tidak kenal HP? Rasanya sulit sekarang kita mencari orang yang tidak tahu apa itu HP, tak terkecuali di lingkungan sekolah. Bahkan bagi sebagian pelajar, HP sudah menjadi kebutuhan pokok, untuk berbagi informasi, curhat dan sebagainya yang memang benda kecil tersebut sudah menjadi simbol eksistensi mereka. Namun, fungsi utama HP sebagai alat komunikasi semakin hari semakin berkembang dengan berbagai layanannya, mulai dari ada radionya, kamerannya sampai ada videonya yang tentu akan berpengaruh pada pemanfaatannya pula.
Kita sering mendengar anak SMA melakukan adegan mesum yang disyuting lewat HP. Yang lebih parah lagi, mereka pada adegan tersebut sepertinya sangat senang dan menikmatinya. Apakah mereka tidak faham dengan penyimpangan yang mereka lakukan? Atau benarkah itu dianggap sebagai hal yang wajar? Miris rasanya kalau kita turut menyimak perkembangan perilaku menyimpang para pelajar. Mereka yang tertangkap ada yang mengaku ingin coba-coba saja, ada pula yang memang ingin melakukannya karena pengaruh film yang sering ditontonnya.
Lalu, kalau sudah begini siapa yang musti bertanggung jawab? Orang tua kah yang telah memberi fasilitas pada anaknya terlalu mewah? Atau guru kah yang kurang berhasil memberi didikan akhlak kepada siswanya sehingga memiliki perilaku menyimpang? Tidak penting nampaknya kita memperdebatkan siapa yang bertanggung jawab atas penyelewengan mereka, tapi lebih dari itu kita perlu mencari solusi bersama.
Pertama kali perlu diketahui, budaya permisif di Indonesia nampaknya sudah menjamur. Hal-hal yang menurut agama dan adat-istiadat lokal tabu menjadi sesuatu yang biasa saja, pola pikir remaja yang termodernisasi dalam arti yang negatif telah merubah gaya hidup serta cara pandang mereka. Hal yang awalnya dilarang, menurut mereka boleh sedikit dilanggar hingga lama-kelamaan menjadi tidak dilarang.
Hal penting kedua adalah tuntutan pergaulan. Remaja yang tidak punya HP berkamera dianggap kurang gaul dan ketinggalan zaman. Dalam pergaulan sehari-hari, mereka minder jika benda ajaib tersebut hanya bisa buat sms dan telfon saja, oleh karena tuntutan dalam pergaulan mereka tersebut sehingga memiliki HP kamera menurut mereka menjadi sebuah keniscayaan.
Minimal dari dua hal tersebut di ataslah mulai muncul kasus porno aksi yang dilakukan anak-anak sekolah. Sebagai mahasiswa yang nantinya manjadi guru sekolah, saya menjadi sedikit pesimis dengan masa depan pendidikan kita jika melihat kanyataan seperti sekarang. Jika perlakuan orang tua terhadap anaknya masih sama seperti sekarang dan perkembangan teknologi juga akan semakin canggih tentu akan semakin menambah kompleknya persoalan kenakalan anak sekolah.
Saya pikir untuk mengurangi penyimpangan pada anak didik bisa dilakukan dengan menekan atau mengurangi potensi penggunaan teknologi canggih atau mahal. Para orang tua harus berani mengatakan tidak kepada anak-anak mereka jika mereka merengek minta dibelikan HP yang fasilitasnya lengkap. Pemberian kepercayaan kepada anak tidak musti menuruti segala permintaan mereka tapi lebih dari itu orang tua pun harus, ibarat pepatah mengatakan sedia payung sebelum hujan, artinya bahwa dari pada menunggu mereka melakukan penyimpangan dengan HP tersebut, lebih baik dicegah terlebih dahulu potensi yang akan membuat mereka menyimpang. Kalau memang mereka butuh HP, orang tua cukup membelikannya yang murah saja, yang penting bisa untuk sms dan telfon, di samping harganya murah orang tua pun jadi tenang.

Identitas Diri:
Nama : Khusnul Amin
Profesi : Mahasiswa Tarbiyah, FAI Unmuh Malang
Usia : 23 Tahun
Alamat email : aemin_85@yahoo.com
No HP : 085648214720
Alamat : Jl. Bendungan Sutami 188 A Malang
No Rekening : BNI. Kantor Kas UMM. 79105060

Guru, “Malaikat” Penyelamat Siswa atau “Penjahat” Ujian Negara?

Oleh: Khusnul Amin*
Ujian akhir nasional (UAN) tingkat SMP baru saja berlalu, guru merasa sedikit lega walau masih belum bisa dipastikan lulus tidaknya siswa mereka. Sebentar lagi giliran SD yang akan menghadapinya, para guru pun mulai pasang strategi. Pada UAN tingkat SMA lalu, ditemukan kecurangan yang dilakukan oleh “oknum guru”. Ketika ujian, mereka terlibat dalam penyelesaian jawaban siswanya. Yang lebih tragis lagi, kepala sekolah juga turut terbongkar keterlibatnnya secara langsung dalam kecurangan tersebut. Kenapa mereka sampai melakukan kecurangan? Demi siapakah mereka rela dijeruji? Tidak takut dosakah mereka? Dan saya kira akan muncul banyak lagi pertanyaan serupa dalam benak kita.
Apakah kasus serupa tidak terjadi pada sekolah lain? Naif rasanya kalau kita tidak mengakui hal serupa terjadi juga di sekolah lain. Lebih-lebih sekolah pinggiran yang notabene siswanya berasal dari low economi dan ber-SDM rendah. Kita harus membuka mata untuk melihat kenyataan yang ada, banyak guru di negeri ini menjadi panik, tidak hanya karena melihat standar nilai yang dinaikkan, tapi juga ketika mereka melihat rengek tangis ketakutan siswa mereka. Para guru memikirkan bagaimana caranya agar anak didik mereka bisa lulus, alhasil berbagai cara pun dilakukan.
Posisi guru pada kontek ini menjadi sangat dilematis. Pada satu kondisi, mereka dituntut bagaimana caranya agar anak didiknya bisa lulus semua, try out dan penambahan jam pelajaran menjadi menu tambahan ketika ujian mulai dekat. Meskipun para siswa kenyang dengan dua hal tersebut, meskipun siswa sudah mengeluarkan uang banyak, tapi tetap saja saat ujian mereka kesulitan. Nah, disitulah akhirnya peran guru sebagai “malaikat penyelamat” dibutuhkan, tapi jeruji pun menanti mereka jika “ketahuan”.
Sementara itu, orang tua tidak akan ambil pusing dengan apa yang diupayakan anak mereka serta guru mereka, ibarat pepatah, “lempar batu sembunyi tangan” yang penting anaknya lulus, orang tua terima jadi, kalaupun kebongkar, toh, guru yang akan bertanggung jawab. Melihat kenyataan yang demikian pelik, terus kemudian apakah kita akan menyalahkan orang tua juga? Tidak bijak rasanya kalau kita mencari siapa yang salah dalam kenyataan ini.
Sepertinya pendidikan kita sudah terjebak dalam sebuah “lingkaran setan”. Lebih-lebih guru yang bertanggung jawab besar terhadap pendidikan anak didiknya tentu lebih berpotensi untuk disalahkan, dipidanakan, dan dimintai tanggung jawab jika anak didik mereka tidak lulus. Pada kondisi lain, tuntutan untuk menjadi guru profesional yang menjalankan fungsi keprofesiannya dengan jujur dan penuh amanah muncul. Guru harus mengantarkan anak didiknya mencapai kesuksesan dalam ujian dilakukan tanpa kecurangan. Barangkali hal ini bisa dilakukan pada sekolah-sekolah “unggulan”, guru dan kepala sekolah di sekolah ini tidak perlu banyak repot karena memang siswanya secara mental dan materi sudah siap. Menjadi masalah ketika kejujuran guru dituntut untuk dilaksanakan pada sekolah “pinggiran”, siswa dibiarkan mengerjakan soal ujian tanpa campur tangan guru. Yang ada nantinya adalah kebanyakan mereka gagal dalam ujian.
Sebagai mahasiswa calon guru, saya menjadi sangat khawatir dengan nasib hidup saya nanti. Akankah kejadian ini berulang terus? Akankah guru selalu manjadi kambing hitam dalam sistem pendidikan di negeri kita tercinta? Sepertinya kita perlu malaikat penyelamat baru yang benar-benar peduli dengan pendidikan kita, yang tidak sekedar tebar pesona waktu kampanye tapi lupa saat sudah berkuasa. Na’udhubillah!!!



*Identitas Diri:
Nama : Khusnul Amin
Profesi : Mahasiswa FAI, sekaligus wartawan kampus, Bestari Unmuh Malang
Usia : 23 Tahun
Alamat email : aemin_85@yahoo.com
No HP : 085648214720
Alamat : Jl. Bendungan Sutami 188 A Malang (kampus Unmuh 2 Malang)
No Rekening : BNI. Kantor Kas UMM. 79105060

Menyorot Geliat Pemuda Intelektual Hari ini

MAHASISWA, GENERASI DEMONSTRATIF

Darah muda identik dengan semangat yang menggebu, emosi cepat tersulut dan tidak kenal kompromi sebagai tipikalnya. Tapi dibalik itu mereka juga punya idealisme yang murni. Fenomena pemuda turun kejalan dalam menjalankan aspirasi dan idealismenya sering kali berujung pada sebuah aksi anarkis bahkan terkesan brutal.
Mahasiswa merupakan pemuda intelektual sekaligus sebagai agen perubahan (agent of change), sudah selayaknya responsive terhadap segala perubahan yang terjadi pada bangsa ini, terutama yang berdampak pada kesengsaraan rakyat. Bermacam bentuk aksi bukti kepekaan mahasiswa dijalankan, mengadakan aksi demontrasi sebagai satu contohnya. Semangat ini tentu perlu dipandang positif oleh berbagai fihak, terutama masyarakat menengah ke bawah yang telah diperjuangkan aspirasinya. kesan mahasiswa suka merusak saat demonstrasi sudah melekat.
Demonstrasi yang baik memang harus menemui pihak terkait dalam suatu masalah. Tetapi jika tujuan tersebut tidak terpenuhi, ditambah lagi dengan aparat yang tidak kooperatif, tidak menutup kemungkinan aksi anarkis dapat terjadi. Inilah sesungguhnya penyebab kejengkelan demonstran, yang kemudian melakukan tindakan brutal.
Mahasiswa Yang Demonstran
Kebanyakan demonstran adalah mahasiswa golongan menengah, mereka kos di pemukiman warga, sehingga mereka merasa dekat dengan masyarakat, terutama golongan menengah kebawah dengan segala permasalahannya. Kedua hal tersebutlah yang mendorong mereka melakukan tindakan heroic untuk membantu penyelesaian masalah.
Disamping itu, ada juga tipe orang yang pada dasarnya kepribadiannya memang bermasalah. Banyak persoalan yang membuat mahasiswa stres, sehingga mereka melakukan displacement ke dalam aksi demonstrasi tersebut dan memicu adanya tindakan anarkis pada aksi demonstrasi. Apapun latar belakang tindakan anarkis demonstran, tetaplah tidak dapat dibenarkan, kalau rezim orde lama demonstran yang dulu melakukan tindakan anarkis karena kondisi yang memaksa, misalnya aparat dulu yang melakukan serangan terhadap para demonstran, tetapi, sekarang malah sebaliknya, mahasiswa dulu yang memulai serangan terhadap aparat.
Seharusnya budaya demonstrasi sudah harus mulai ditinggalkan, karena masih ada banyak jalan yang lebih baik untuk bisa menyelesaikan masalah. Seharusnya mahasiswa sadar akan posisi mereka yang akan menjadi pemimpin bagi bangsa ini. Dengan giat belajar dan berprestasi, giat belajar dalam artian menjadi generasi penerus yang cerdas dan tidak suka mengekor, serta berprestasi yang bermakna mampu menemukan ide-ide cerdas untuk kemajuan bangsa, misalkan dengan karya yang bermanfaat bagi masyarakat kecil. Jadi disini, tidak hanya IPK yang bagus, tetapi praktek pada bidangnya masing-masing juga harus maksimal.
Demonstarasi adalah jalan terakhir, Ada jalan yang lebih baik daripada demonstrasi. Kritikan pada pemerintah lewat tulisan, atau seminar-seminar dan sejenisnya yang lebih ilmiah dan bisa dipertanggung jawabkan serta tidak merugikan fihak manapun. Atau yang lebih real lagi, Mahasiswa seharusnya berada di tengah-tengah masyarakat. Salah satunya dengan melakukan pemberdayaan di lingkungan masyarakat. Contohnya dengan diadakannya KKN (Kuliah Kerja Nyata) yang berorientasi pada kemajuan dan peningkatan mutu hidup warga masyarakat.
Bagi mahasiswa yang sudah tertanam jiwa demonstran dalam benaknya, sudah barang tentu pada tiap penyampaian aspirasinya melalui cara tersebut. Seakan sudah menjadi tradisi yang tidak bisa hilang, mereka yang terbiasa berteriak-teriak dengan semangat juang yang tinggi menuntut sesuatu yang terkadang tidak semua demonstran faham tujuan demo. Memang, problem mengekor dalam kehidupan mahasiswa sekalipun masih tetap ada, banyaknya profokator berkeliaran menyulut api kemarahan demonstran yang pada akhirnya banyak dari mereka Cuma ikut-ikutan saja.
Aspirasi Ompong
Sebelum demo, demonstran memang meminta izin kepada pihak yang berwenang. Dengan tujuan yang jelas, aparat kontan saja mengijinkan demonstran, lagi-lagi berujung pada kekerasan walaupun awalnya hanya ingin menyuarakan aspirasi dan bertemu dengan pihak terkait. Munculnya sensitifitas aparat terhadap elemen tertentu adalah salah satu akibat timbulnya emosi para demonstran, atau kalau tidak terdapat suara-suara yang menyulut emosi (profokator).
Apa jadinya bangsa ini, generasi penerusnya hanya bisa berteriak dan bertindak anarkis?, sepatutnya pihak terkait membuat rambu-rambu yang mengatur cara penyampaian aspirasi rakyat dan mahasiswa, jika ini tidak segera dilakukan, maka jangan salahkan demonstran akan sering muncul dan melakukan pengrusakan-pengrusakan yang merugikan berbagai fihak. Disamping itu, sepatutnya pemerintah dalam membuat kebijakan haris didialogkan dengan mahasiswa dan rakyat, mahasiswa punya idealisme yang tinggi, jika mereka dihargai dan diorangkan tentu akan melakukan tindakan yang lebih dewasa lagi.
Jangan tanya kemana arah bangsa ini lima tahun sampai sepuluh tahun kedepan. Perlu jadi catatan, perubahan apapun tidak akan terjadi, jika para orang tua (pemerintah) dalam memperlakukan mahasiswa tetap sama. Jangan pandang sebelah mata, proklamasi bisa terjadi waktu itu adalah atas upaya golongan muda, meskipun tidak menafikkan peran orang tua. Jika saat itu Soekarno (dari golongan tua) tidak diculik oleh golongan tua untuk segera melakukan proklamasi, mungkin Indonesia kehilangan moment yang sangat menentukan bangsa ini, yakni kesempatan merdeka.
Pemuda adalah calon pemimpin bangsa dimana mereka nanti akan menggantikan senior- seniornya. Atau bisa disebut tulang punggung bangsa. Sehingga pemuda harus menjadi “man inovatory” jadi harus kreatif, inovatif, dan tidak terjebak dalam politik praktis. Seandainyapun terlibat tentu jangan sampai menjual idealismenya, kebanyakan ketika mereka sudah terlibat seakan idelismenya sudah terkikis oleh pesona indahnya jabatan dan uang. Alangkah hebatnya bangsa ini, saat idealisme mahasiswa tetap terjaga waktu terlibat dalam ranah politik. Bangsa ini akan melahirkan banyak Soekarno baru yang disegani Bangsa lain.
Kenyataan sekarang, gerakan pemuda masih adem ayem dan kurang greget. Pemuda (mahasiswa) belum kreatif, mereka belum bisa membangun kritik- kritik yang membangun bangsa. Kritikan semacam ini seharusnya menjadi Pekerjaan Rumah (PR) tersendiri bagi golongan yang mendapat julukan Agen of Change tersebut. Banyak kalangan yang meragukan kualitas mahasiswa, birokrasi bangsa ini tidak terlalu perduli dengan teriakan-teriakan mahasiswa. mahasiswa hanya dianggap paduan suara yang tidak memiliki pengaruh apa-apa. Walau pada masa reformasi awal (1998), mahasiswa sempat menjadikanya dirinya diraja di bumi Indonesia. Nampaknya kebanggaan itu sekarang sudah hilang. Mahasiswa bagai macan, birokrasi di negeri ini takut dengan mahasiswa pun kini hanya tinggal kenangan. Bagai macan ompong, mungkin sekarang birokrasi menganggap mahasiswa begitu, teriakan-terikanya pun tidak ada gaungnya lagi.
Pasca 1998 pergerakan pemuda kurang memberikan kontribusi positif. Maka pemuda seharusnya memberikan sebuah terobosan- terobosan baru dalam menghadapi persoalan bangsa yang boleh dikatakan sedang akut. Banyak jalan menuju Roma, maka jika cara tertentu tidak memiliki respon yang berarti, maka dituntut cerdas untuk mencarai trik lain yang lebih punya nilai fungsi, itulah yang seharusnya dilakukan mahasiswa saat menghadapi dilema semacam ini.
Hargai Profesi Diri
Harus ada formulasi baru dalam menjalankan gerakan- gerakan pemuda adalah sebuah keharusan, sudah saatnya mahasiswa menghargai profesinya sebagai orang yang berintelek tinggi dan berwawasan luas. Menyandang status agen of change bukan hanya isapan jempol, tentu itu harapan semua fihak. Hanya orang tua bodoh yang tidak memberikan porsi untuk pengembangan potensi diri pada anaknya, dan hanya pemerintah kurang sehat yang menyia-nyiakan kemampuan generasi penerusnya yang dalam hal ini mahasiswa untuk beraspirasi.
Pemerintah harus sering mengadakan konsolidasi dengan masyarakat, terutama masyarakat akademis. Semakin sering terjadi dialog pada keduanya, maka hubungan harmonis pada keduanya akan terwujud. Tentu bukan saling menguntungkan pada keduanya sedang rakyat kecil menderita, tapi pemerintah sebagai penggerak jalanya pemerintahan dan mahasiswa sebagai pengontrolnya yang sewaktu-waktu bisa memberi masukan saat ditemukan kesalahan dalam kebijakan.
Memang harus ada kepekaan sosial dalam diri pemuda (mahasiswa) dalam melihat realitas sosial. Kepekaan inilah yang menjadi modal untuk melakukan kontroling terhadap pemerintah. Tapi, jangan sampai pemuda dikotori oleh kepentingan- kepentingan politik, pemuda adalah penguasa tertunda jadi harus berbicara bagaimana bangsa kedepan tidak berbicara saya nanti harus duduk diposisi mana.


Identitas Diri:
Nama : Khusnul Amin
Profesi : Mahasiswa Tarbiyah, Fakultas Agama Islam (FAI) Unmuh Malang,
Usia : 23 Tahun
Alamat email : aemin_85@yahoo.com
No HP : 085648214720
Alamat : Jl. Bendungan Sutami 188 A Malang
No Rekening : 79105060
Rubrik : Opini

Menyorot perubahan iklim politik Turki

LAMPU HIJAU MUSLIMAH PEROLEH KEBEBASAN ASASI

Masyarakat Indonesia mengenal Turki sebagai suatu negara berpenduduk mayoritas Muslim. Kita juga mengenal Turki sebagai bangsa yang pernah memimpin dunia Islam selama tujuh ratus tahun. Fenomena kehidupan masyarakat Turki menjadi menarik ketika negara Turki yang berdiri tahun 1923 terjadi revolusi besar-besaran di bawah pimpinan Mustafa Kemal ataturk menjadi negara sekuler, di mana Islam yang telah berfungsi sebagai agama dan sistem hidup bermasyarakat dan bernegara selama lebih dari tujuh abad, dijauhkan peranannya dan digantikan oleh sistem dari Barat.
Ulasan di atas adalah sejarah, berpijak pada realita kedinian, Turki nampaknya mulai bangkit kembali menjadi sebuah negara yang benar-benar menghargai hak asasi manusia berkaitan dengan keyakinan setelah bertahun-tahun terpenjaran oleh paham sekuler. Harian Kompas minggu (10/2), menulis, Anggota parlemen Turki berdasar Voting perubahan konstitusi ihwal jilbab, mencabut larangan jilbab untuk digunakan muslimah di kampus-kampus dan instansi pemerintah. Sebagai sesama umat islam tentu kita harus senang melihat hal ini, seperti dalam kepercayaan kita jilbab merupakan pakaian wajib yang harus dikenakan muslimah, dan sebagai umat manusia yang cinta kebebasan selayaknya suka cita, sebagaimana difahami tidak ada pemaksaan dalam kepercayaan.
Kata sekuler merupakan bahasa profokatif dan memiliki kandungan makna kontrofersial terutama di negara-negara yang mayoritas islam seperti Turki dan Indonesia. Dalam perkuliahan sosiologis dikaji, sekuler dalam hubungannya dengan politik dan filosofi, dia menunjuk kepada pemerintah yang melaksanakan hukum sipil (bertentangan dengan ajaran agama seperti syariah Islam, hukum kanon Katholik dan hukum rabbinakal), bebas dari agama apa pun, dan tidak mendukung ke ajaran agama tertentu.
Pemaknaan diatas berdasar konsep sekuler ekstrim, sedangkan peristilahan sekuler moderat adalah memisahkan urusan kenegaraan atau politik dari ritual keagamaan bukan dari agama. Islam sebagaimana difahami memiliki peran terhadap kehidupan sehari-hari manusia tidak mungkin dipisah dari agamanya, hanya, hal yang bersifat ritual seperti shalat, puasa dan lain-lain (yang bersifat sakral) tidak dicampur adukkan dengan urusan keduniaan atau lebih spesifik, politik kenegaraan.
Sementara politik sekuler yang berlaku di Turki, berupa sekuler ekstrim yang justru mematikan demokrasi dan mengekang kemerdekaan asasi, akibatnya upaya memisahkan urusan agama dengan dunia (sekuler) yang dimaksud justru tidak memanusiakan manusia, malah menyimpang jauh dari kodrati kemanusiaan.
Kasus ke-Indonesiaan, sempat mencuat isu negara sekuler pada awal tahun dua ribuan yang diusung oleh Nur cholis madjid atau Cak Nur. Sebelum menawarkan konsep ini, lebih dulu Cak Nur memberikan definisi sekuler yang jelas sebagaimana saya sebutkan diawal tadi, namun, barangkali karena khawatir kasus Turki yang menerapkan sekuler ekstrim terjadi di Indonesia, konsep tersebut ditolak mentah-mentah.

Polaritas Sekuler Ekstrim dan Moderat
Seperti merujuk konsep yang ditawarkan Cak Nur, di Turki sendiri sekuler ekstrim yang sudah berlaku kurang lebih 84 Tahun lamanya mengalami revolusi menjadi lebih moderat. Setidaknya, hal itu dimulai dari pencabutan larangan berjilbab di kampus dan instansi pemerintah. Barangkali ini merupakan perubahan bentuk sekuler ekstrim ke moderat sebagaimana yang pernah digagas Cak Nur.
Pada sejarahnya, penggunaan jilbab dilarang karena dianggap bisa merusak kebebasan dan hak asasi masyarakat Turki yang non muslimah, demi menerapkan konsep negara sekuler tersebut, penggunaan jilbab dilarang di kampus-kampus dan instansi pemerintah, dampak yang terjadi banyak muslimah yang taat beragama tidak mau melanjutkan studi ke perguruan tinggi dan tidak ada pula yang masuk ke instansi pemerintah.
Sebagaimana isu yang dikembangkan partai oposisi Turki, pencabutan larangan jilbab merupakan simbol politik untuk mulai menghidupkan kembali daulah islamiyah sebagaimana selama berabad-abad berkuasa disana, hal ini ditanggapi sebagian besar umat islam Turki hanya merupakan paranoia atau ketakutan yang berlebihan. Pasalnya, pencabutan larangan berjilbab akan merusak demokrasi sebagaimana ungkapan seorang rektor pereguruan tinggi di Ankara, Turki, yang merupakan kubu sekuler. Coba kita teliti, dilihat dari banyak sudut, pelarangan berjilbab merupakan pelanggarang demokrasi itu sendiri. Dari sudut kebebasan beragama, larangan berjilbab merupakan bentuk pelanggaran terhadap keyakinan, begitu juga dari sudut hak asasi manusia sudah tentu larangan tersebut melanggar hak privasinya karena berjilbab adalah hak privasi dan tidak mengganggu atau menyakiti orang lain.

Butuh Dukungan Moral
Perjuangan selum selesai, itulah mungkin ungkapan yang banyak dikeluarkan muslimah Turki khususnya dan islam seluruh dunia pada umumnya melihat banyaknya penolakan dan perjuangan partai oposisi menggugat amandemen tersebut. Bukan tidak mungkin keputusan parlemen bisa berubah lagi karena sabotase dan ulah lawan politik, bisa saja muslimah Turki gagal memperoleh haknya mendapatkan kebebasan berjilbab. Oleh karenanya, bangsa Indonesia sebagai bangsa besar bahkan mayoritas beragama islam selayaknya ikut mendukung perjuangan parlemen yang mendukung pencabutan larangan berjilbab, meski tidak melalui jalur politik, saya kira dukungan moral sudah cukup membantu.
Sudah bukan jamanya lagi, negara yang berkuasa penuh terhadap rakyatnya bertindak dan bersikap egois. Menurut saya dukungan moral sedikit banyak berpengaruh terhadap kebijakan pengambilan keputusan, apalagi kalau pemerintah kita berhasil mendekati secara politik dengan menggandeng lembaga-lembaga keagamaan dunia tentu hak asasi muslimah di Turki akan terpenuhi.



Identitas Diri:
Nama : Khusnul Amin
Profesi : Mahasiswa Unmuh Malang, jurusan Tarbiyah Fakultas Agama Islam, sekaligus Wartawan Kampus, Bestari UMM
Usia : 23 Tahun
Alamat email : aemin_85@yahoo.com
No HP : 085648214720
Alamat : Jl. Bendungan Sutami 188 A Malang
No Rekening : 79105060
Untuk dimuat : Kolom Opini

Benang Merah atas Pertentangan Fiqih Kontemporer

*By: Khusnul Amin

Dalam hukum Islam terdapat andagium yang sangat terkenal, al-Islamu shahihun li kulli zaman wa makan, yang memiliki makna Islam senantiasa sesuai dengan perkembangan zaman dan tempat. Ini adalah bukti yang sering ditampilkan untuk menjelaskan tentang fleksibilitas hukum Islam. Secara umum tidak didapatkan perbedaan pendapat mengenai hal sifat hukum ini, namun yang sering terjadi perdebatan panjang adalah bagaimana hukum Islam yang bersifat fleksibilitas tersebut harus diwujudkan. Pertentangan tersebut bisa digambarkan dengan sebuah contoh bagimana hubungan antara teks dengan konteks. Pada keduanya manakah yang harus dimenangkan jika terjadi pertentangan.
Penempatan teks sebagai pemenang atas konteks ketika keduanya dibenturkan adalah jalan yang ditempuh dan dianut oleh kelompok muslim radikal atau skriptualis. Karena bagi kelompok muslim ini, keislaman yang benar adalah keislaman seperti yang termaktub dalam Al-Quran dan As-Sunnah. Ini bermakna banhwa penuturan-penuturan tekstual Al-Quran dan Al-Sunnah harus dipatuhi. Konteks dengan sendirinya harus menyesuaikan dengan teks. Karena menurut kelompok ini, jika teks harus mengikuti konteks, maka itu bermakna Al-Quran dan Al-Sunnah adalah dasar hukum yang tidak konsisten.
Sementara kelompok konseptualis melihat konteks sebagai determinan (faktor penentu) dalam menentukan hukum. Menurut kelompok kedua ini, Al-Quran dan Al-Sunnah tidak turun di ruang kosong. Keduanya turun di tengah masyarakat atau komunitas yang telah memiliki sistem nilai, sistem budaya dan sistem sosial yang mapan. Sehingga ketika ayat Al-Quran turun atau Al-Hadits dikeluarkan selalu memperhatikan unsur-unsur tersebut. Sehingga menurutnya, adanya Asbabunnuzul (sebab turunnya Al-Quran) dan Asbabulwurud (sebab lahirnya Hadits) menunjukkan tidak pernah terpisahnya sebuah teks dari konteks yang ada di sekitarnya.
Dalam sejarah pemikiran hukum Islam, fleksibilitas hukum Islam memang sudah dicontohkan oleh tokoh-tokoh mazhab. Sebagai contoh, pada masa Syafi’i terjadi terbitan fatwa-fatwa agama yang berbeda dalam waktu dan tempat yang berbeda pula. Ketika di Irak, Syafi’i pernah memproduksi ketetapan hukum yang disesuaikan dengan konteks masyarakat di sekelilingnya. Namun, ketika Syafi’i pindah ke Mesir, dan dia menemukan persoalan-persoalan yang timbul di kalangan masyarakat Mesir berbeda dengan apa yang di dapati di Irak, maka dia harus melakukan penyesuaian hukum. Dan akhirnya, hukum fiqih yang dihasilkan oleh syafi’i di Irak berbeda dengan apa yang dihasilkan di Mesir. Sehingga fatwa di Irak tidak berlaku lagi di Mesir, dan lebih dikenal sebagai qawl qadim (fatwa-fatwa lama), sementara fatwa barunya ketika di Mesir dinamakan qawl jadid (fatwa-fatwa baru).
Kelenturan hukum Islam berkaitan erat dengan tujuan diturunkannya hukum Islam. Dalam buku yang berjudul Dlawabit al-Maslahah fi al-Syariah al-Islamiyah, Sa’id Ramadhan Al-Buti menulis bahwa tujuan disyari’atkannya hukum Islam adalah untuk kepentingan masyarakat umum. Prinsip inilah yang sering diistilahkan dengan maqashid al-tasyri’ atau maqasid syari’ah. Para Fuqaha’ telah menegaskan bahwa salah satu tujuan yang hendak dicapai melalui maqasid syariah adalah maslahah. Dalam pandangan sebagian ulama’ kontemporer, konsep maslahah ini bisa difungsikan sebagai sarana perubahan hukum. Karena konsep maslahah memberikan seperangkat kerangka teoritik yang bisa dirujuk ketika berhadapan dengan persoalan, yang inheren dalam sistem hukum berdasarkan teks yang pasti, bagaimana membawa landasan material hukum yang terbatas dalam situasi sosial yang senantiasa berubah-ubah.
Hukum Islam dalam perkembangannya sangat dipengaruhi oleh tempat dan situasi, selain itu dalam kacamata masyarakat modern terdapat juga pertimbangan adanya perubahan hukum berkaitan dengan perkembangan ilmu pengetahuan. Sahrour menulis dalam buku yang berjudul metodologi fiqih islam kontemporer, dicontohkan bagaimana hukum waris Islam jika difahami dan didekati dengan bantuan matematika modern akan menampakkan hasil yang berbeda dengan apa yang berlangsung pada abad ke-8 M. Terdapat sebagian umat Islam yang sepakat dengan apa yang dicontohkan Sahrour, namun tidak sedikit yang menolak. Apapun tanggapannya yang pasti memang memperhatikan dan mempertimbangkan perkembangan pengetahuan sebagai salah satu konsideran perubahan hukum menjadi tidak terelakkan.
Ketika Nabi Muhammad masih hidup, segala persoalan yang muncul di tengah-tengah kehidupan masyarakat bisa langsung ditanyakan kepada Nabi dan sabdanya tersebut menjadi hukum yang harus ditaati. Kedaan ini sangat berbeda dengan kondisi kehidupan sekarang, apapun masalah yang muncul harus merujuk kepada dua dasar hukum Islam yaitu al-Quran dan Al-Hadits dan seandainya ditemukan masalah baru yang tidak terdapat hukum pada keduanya, maka seorang ulama’ harus berijtihad dalam menentukan hukum yang baru pada masalah baru tersebut. Persoalan menentukan hukum baru (ijtihad) ini pernah terjadi pada masa Nabi. Diceritakan dalam Sunan Abu Dawud, Ketika itu seorang sahabat bernama Mu’adz bin Jabal yang baru saja diangkat menjadi gubernur di Yaman berdialog dengan Nabi. Muazd ditanya, apa yang akan dilakukan jika menemukan masalah-masalah dalam hukum Islam, Muazd menjawab akan mencari dalam Al-Quran. Nabi melanjutkan dengan pertanyaan kedua, jika tidak ditemukan dalam Al-Quran apa yang akan dilakukan, Muazd menjawab akan mencarinya dalam Sunnah Nabi. Dan pertanyaan terakhir Nabi, jika masalah tersebut tidak ditemukan pada kedua sumber hukum tersebut maka apa yang harus dilakukan. Muazd menjawab “saya akan berijtihad dengan akal pikiran saya sendiri”. Mendengar jawaban Muazd tersebut, Nabi terlihat puas dan bahkan memberikan pujian terhadap jawaban itu.
Jawaban Muazd atas pertanyaan Nabi tersebut menunjukkan bahwa tidak semua persoalan dijelaskan dalam Al-Quran dan Al-Hadits. Al-quran dan Al-Hadits sudah berhenti, dan tidak akan pernah ada ayat-ayat atau Sunnah baru, sementara masalah-masalah baru terus bermunculan (al-qadhaya al-fiqhiyyah mutajaddidah wa mutazayidah wa al-nushush tsabitah wa mutahaniyah). Sehingga, ketika berhdapan dengan masalah-masalah baru tersebut, Al-Quran dan Al-Hadits sering menunjukkan keterbatasan. Keterbatasan cakupan Al-Quran dan Al-Hadits itu bukan karena keduanya tidak sempurna, karena keterbatasan itu hanya terjadi pada persoalan-persoalan yang terlampau kecil dan terikat ruang dan waktu. Al-quran dan Sunnah bersifat sempurna ketika difahami bahwa keduanya memuat hal-hal yang bersifat syumuli dan ijmali, sehingga membuka ruang bagi penafsiran pada masa-masa yang jauh dari masa Al-Quran diturunkan dan sunnah dikeluarkan.
Pada kedua sumber tersebut juga memiliki derajat kerincian yang berbeda. Jamak diketahui, Al-Quran lebih ijmal dibandingkan Sunnah atau Al-Hadits dan dengan sendirinya Al-Hadits lebih bersifat tafshili dibandingkan dengan Al-Quran. Dan tidak semua perbuatan Nabi dianggap Sunnah yang berdimensi hukum. Para ahli hukum Islam, umumnya membagi perbuatan Nabi ke dalam al-af’al al-tasyri’iyah (perbuatan yang berdimensi hukum) dan al-af’al al-jibiliyah (perbuatan yang tidak bermuatan hukum).
Kehidupan masyarakat Muslim kini sudah berkembang pesat, hantaman budaya barat pun semakin besar. Seakan tidak ada ruang lagi bagi umat islam untuk bernafas, sampai persoalan makan sekalipun umat islam harus waspada dari bahaya keharaman yang diakibatkan kaum kapitalis tersebut. Salah satu contoh persoalan yang sangat dekat dengan kehidupan manusia, dalam bidang muamalah misalkan, banyak muncul kontroversi yang diakibatkan sebagian karena kehati-hatian umat Islam dari pengaruh budaya merusak oleh kaum kapitalis dan sebagian lagi sekedar ingin tetap mempertahankan tradisi Islam yang tradisional dan tidak mau menerima kemodernan. Masalah yang muncul misalnya tentang status hukum melakukan transaksi dengan bank konvensional, bagaimana pula status syar’i menjalankan transaksi ekonomi dengan non-muslim.
Kecenderungan kebanyakan umat islam untuk memilih transaksi ekonomi yang berlebel syariah bukan sesuatu yang mengejutkan. Bahkan bagi sebagian kalangan, itu merupakan keharusan. Motivasi memilih yang berlebel syariah bermacam-macam. Tetapi yang paling mendasar adalah karena ikhtiyath (kehati-hatian) dalam menentukan preferensi transaksi ekonomi. Jika tidak berhati-hati, dalam pandangan sebagian orang, umat Islam bisa terjebak pada hal-hal yang diharamkan agama. Dalam rangka ikhtiyath inilah, maka kehalalan dan keharaman sesuatu menjadi sangat sentral posisinya. Memang benar, bagi umat Islam halal dan haram menjadi hal yang sangat sensitive dan harus mendapat perhatian utama. Hanya saja, jika diskusi tentang berbagai persoalan menempatkan kehalalan dan keharaman ini pada posisi yang tidak tepat, maka hukum Islam justru kelihatan sangat kaku. Inilah yang menimbulkan kehalalan dan keharaman menjadi sesuatu yang mutlak. Padahal, dalam konteks tertentu, hal yang haram bisa menjadi halal dan sebaliknya. Dalam Islam, bisa jadi pada satu perkara bisa memiliki empat atau lima hukum sekaligus. Kenapa demikian? Di sinilah pentingnya menempatkan konteks pada posisi yang benar. Bahwa sebuah perbuatan atau benda haram menjadi halal atau halal menjadi haram sangat bergantung pada konteksnya. Hal ini juga akan berlaku pada masalah-masalah baru yang tidak pernah ditemukan presedennya pada masa Nabi, khalifah, tabi’in, tabiu al-tabi’in. Tidak bisa disangkal, persoalan-persoalan baru yang lahir dalam kehidupan masyarakat Islam membutuhkan hukum-hukum baru.
Mengenai hukum baru, tidak bisa dilepaskan dari upaya ijtihad. Islam pernah berada pada fase fanatisme hukum Islam yang luar biasa. Fanatisme itu terjadi Karena para penganut Imam-Imam Mazhab melakukan kultisme individu yang berlebihan terhadap Imam panutannya masing-masing, sehingga pendapat (ijtihad) mereka ditempatkan sebagai hukum baru yang paling benar dan yang lain salah. Dalam Fiqih Sunnah Jilid 1, Sayyid Sabiq menggambarkan sikap fanatik yang berlebihan dari kalangan penganut Imam Mazhab itu dengan mencontohkan apa yang terjadi pada Al-Kharki. Karena terlalu kagum dengan Imam Mazhab yang dianutnya, al-Kharki menganggap Imam yang lain salah. Sejarah fanatisme hanya terjadi pada penganut Imam Mazhab, para Imam Mazhab sendiri secara tegas menyatakan bahwa tidak ada pendapat yang paling benar diantara mereka. Ungkapan yang paling terkenal oleh Imam Syafi’i yaitu “mazhab kita benar mengandung kesalahan dan mazhab lain salah, tetapi mengandung kebenaran. Ijtihad sebagai sarana pengembangan hukum Islam pernah mengalami masa perkembangan yang luar biasa, disamping juga mengalami masa kemunduran yang jauh lebih mengkhawatirkan lagi. Sebagian pendapat menyatakan bahwa terjadinya kemunduran dan kejumudan pemikiran Fiqih dalam Islam ini didahului dengan fase pembukuan atau kodifikasi (tadwin) hukum Islam. Para fase ini, karya-karya Imam Mazhab tersebut disusun dan dibukukan secara sistematis. Pembukuan tersebut membawa dampak positif dan negative. Pada satu sisi, aktifitas pembukuan itu telah menghasilkan satu khazanah keilmuan Islam yang luar biasa. Tetapi, pada sisi lain, muncul perasaan mencukupkan dalam ijtihad di kalangan masyarakat Islam waktu itu. Mencukupkan ijtihad karena melihat banyaknya karya yang sudah dihasilkan para Imam Mazhab dan dirasa sudah cukup mampu menjawab segala pesoalan zaman, sehingga tidak perlu lagi mereka membuat karya baru. Di samping itu, terdapat juga kegamangan di kalangan masyarakat Islam untuk melakukan ijtihad karena mereka merasa bahwa hanya Imam-Imam Mazhab itulah yang memiliki wewenang untuk melakukan ijtihad.
Perubahan pola pikir masyarakat muslim yang sekaligus dianggap sebagai masa kebangkitan kembali keilmuan islam atau masa terbukanya kembali pintu ijtihad, dimulai sejak interaksi Islam dengan Barat pada Abad sembilan belas. Perubahan-perubahan serta dinamika hukum berlangsung sangat pesat, umat islam disebut berada pada persimpangan jalan antara mempertahankan hukum yang telah terbentuk ataukah menciptakan hukum baru. Satria Effendy menyebutkan ada tiga sikap di kalangan umat waktu itu, yaitu; pertama, aliran yang ingin mempertahankan fiqih dalam bentuk yang telah ada selama ini, tanpa membedakan apakah hukum itu bersifat qoth’i atau hasil ijtihad. Kelompok ini meyakini bahwa salah satu penyebab mundurnya umat Islam adalah karena mereka tidak lagi berpegang kepada syariat Islam, termasuk kepada hukum fiqih yang merupakan hasil ijtihad para ulama’ di masa lalu. Pada saat yang sama, kelompok ini juga meyakini bahwa ijtihad hanya bisa dilakukan oleh ulama’ masa lalu. Umat islam pada masa sekarang tidak berhak melakukan ijtihad karena tidak se-Alim dan sepandai ulama’-ulama’ klasik tersebut. Kedua, bersikap sebaliknya, aliran kedua justru meyakini bahwa berpegang kepada hasil ijtihad yang dilakukan oleh ulama’ pada masa lalu tidaklah memadai untuk memecahkan masalah-masalah baru yang muncul pada masa sekarang, yang ternyata jauh lebih kompleks dari masalah yang terjadi di masa lalu. Berbanding terbalik dengan kelompok pertama, kelompok ini menilai bahwa kemunduran umat Islam justru terjadi karena mereka terlalu terpaku pada hasil-hasil ijtihad ulama’ masa lampau itu sebagai akibat dari cara berfikir yang cenderung salah kaprah dalam memahami agama, yaitu kegagalan membedakan mana yang absolut dan mana yang relatif, mana yang syari’at dan mana yang hasil ijtihad. Ketiga, adalah aliran yang menawarkan corak berfikir yang jauh berbeda dengan kelompok pertama dan kedua. Menurut kelompok ini, kompleksitas persoalan pada masa modern ini tidak bisa dipecahkan oleh norma-norma hukum Islam, bahkan ketika dilakukan pembaharuan terhadap hukum islam sekalipun. Dengan kata lain, kelompok ini berkeyakinan bahwa untuk menyelesaikan berbagai persoalan ini, hukum Islam harus disingkirkan dan diganti dengan hukum-hukum lain. Aliran seperti ini popular di kalangan pendukung gerakan sekulerisasi, baik di Mesir maupun di Turki.
Ketika situasi kemandegan berfikir ini semakin akut, lahirlah pembaharu-pembaharu islam seperti Ibnu Taimiyah, Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, Ibnu Katsir, Muhammad bin Abdul Wahhab, Shah Wali-u Llah Al-Dihlawi, Jamaluddin Al-Afghani, Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha yang menyerukan umat Islam akan pentingnya melakukan ijtihad. Pada masa pemikir-pemikir muslim inilah pintu ijtihad kemudian dibuka kembali. Ijtihad menjadi instrument penting yang menghubungkan antara ajaran-ajaran Islam yang termuat dalam al-quran dan hadits dengan situasi masyarakat yang selalu berkembang. Terlebih di zaman sekarang, di mana masyarakat dunia mengalami revolusi teknologi dan informasi yang begitu dahsyat, pemberlakuan ijtihad sebagai mekanisme penyelarasan hukum islam dengan zaman, menjadi sangat urgen.
Gagasan menghidupkan kembali gairah ijtihad sebagaimana yang telah diusung ulama’-ulama’ pembaharu di atas membuat dunia islam kini semakin kaya corak. Pradana Boy, dalam buku ini amat jelas setuju dengan konsep perlunya ijtihad baru dalam hukum (membuka pintu ijtihad), karena memang kondisi dan zaman yang berbeda. Melalui buku ini, Boy mengangkat persoalan-persoalan kontroversial yang terjadi pada masyarakat muslim sekaligus pemecahannya. Hal ini mengindikasikan keleluasaannya dalam mengambil sikap yang baru atas persoalan yang baru pula. Dikupas misalnya pada Bab II, tentang hukum islam dan hak asasi manusia, dengan lugas dan berani Boy mengangkat masalah tuduhan yang diterima Negara-negara muslim sering melanggar hak asasi manusia. Menurutnya, tuduhan tersebut dengan sendirinya baik secara eksplisit maupun implisit mengarah kepada ajaran Islam. Islam merupakan ajaran yang tidak memperhatikan dan melindungi hak asasi manusia (halaman 31). Pada kenyataannya, tuduhan semacam ini lebih bermotif politik dan didasari oleh strereotipe Negara-Negara Barat terhadap Islam, dari pada didasarkan pada sebuah pengkajian yang mendalam terhadap hakikat ajaran Islam. Memang tidak bisa dipungkiri bahwa di Negara-Negara yang penduduknya muslim sering terjadi pelanggaran hak asasi manusia, tetapi apakah pelanggaran serupa tidak terjadi pada Negara non muslim? Pertanyaan inilah yang diajukan Boy, bahkan menurut Pria yang menyelesaikan pendidikan S-2 nya di Australian National University (ANU) ini persoalan tidak sampai di sini saja, karena akan muncul perdebatan bahwa jika muncul pelanggaran hak asasi manusia, nagara-negara Islam cenderung lamban mengatasinya, dan tidak jarang hilang serta terlupakan begitu saja. Sedangkan Negara-negara non-Muslim memiliki mekanisme yang jelas dan terukur dalam menangani pelanggaran hak asasi manusia.
Asumsi-asumsi yang dilontarkan Negara non-Muslim jika pun benar, Boy memberikan kritikan tidak seharusnya secara serta merta semua dihubungkan dengan Islam. Secara konseptual-normatif Islam memiliki seperangkat doktrin yang mendukung tegaknya hak asasi manusia. Hanya saja, ketika masuk ke dalam kerangka kebijakan politik tertentu, ajaran normatif Islam seringkali mengalami reduksi besar-besaran. Boy menyayangkan, reduksi terhadap doktrin dasar Islam itu seringkali mengatasnamakan agama Islam. Dicontohkan dalam pembahasan bab ini, Saudi dan Malaysia sebagaimana telah menjadi pemakluman umum bahwa kedua Negara ini memberlakukan syariat Islam sebagai hukum Negara. Tetapi pada saat bersamaan kita menyaksikan pelanggaran terhadap hak-hak ketenaga kerjaan, seperti yang sering dialami oleh tenaga kerja asal Indonesia seperti yang banyak diberitakan di media massa. Sehingga pada akhir pembahasan bab ini dia menguatkan, di samping perlu ada pengakuan terhadap kesesuaian antara konsep hak asai manusia dalam konteks universal dengan ajaran Islam, terdapat pula pandangan yang menilai bahwa mencocok-cocokkan Islam dengan hak asasi manusia adalah satu hal yang tidak mungkin. Alasannya adalah, bahwa Islam adalah agama yang mencakup segala persoalan kehidupan manusia, termasuk hak asasinya, sehingga mengapa harus melihat kepada nilai dan norma di luar Islam untuk berbicara tentang hak asasi manusia.
Dengan bijak, Pria yang masih aktif sebagai staf pengajar di fakultas agama Islam (FAI) UMM ini menganalisis dua pandangan yang berbeda di atas merupakan sebuah keragaman pandangan yang dipengaruhi oleh situasi sosial dimana seseorang berada. Namun pada kalimat selanjutya, dia menunjukkan sikap, menurutnya satu hal yang patut dinyatakan adalah bahwa pada dasarnya, hak asasi manusia adalah sesuatu yang bersifat universal (halaman 65). Yang artinya, ketika berbicara tentang hak-hak dasar manusia, sebenarnya semua agama memiliki tanggung jawab yang sama, meskipun pengungkapannya dalam konsep yang beragam. Sehingga menurunya dengan sendirinya menganggap Islam sebagai agama yang tidak mendukung atau tidak sejalan dengan konsep hak asasi manusia, merupakan sikap yang banyak dimotivasi oleh pandangan yang sempit, baik pandangan itu berasal dari kalangan muslim maupun non-muslim.
Terdapat banyak pembahasan menarik lain yang dikemukakan Pradana Boy dalam buku ini, namun yang mungkin menarik bagi saya adalah pada pembahasan Islam dan partisipasi politik perempuan. Pembahasan pada bab ini dimulai dengan cerita seorang guru besar wanita di bidang kajian Islam pada Universitas Virgiana, Amerika Serikat yang bernama Amina Wadud. Nampak pada bab ini pembaca mencoba digiring oleh penulis untuk membuka wawasan atas kondisi riil yang terjadi di belahan Negara lain, terdapat ilmuan muslim yang mencoba menterjemahkan (berijtihad) dengan ekstrim serta melanggar atas nash yang sudah termaktub jelas dalam Al-Quran. Kemudian dibenturkan dengan contoh kedua, dimana seorang wanita yang dipersoalkan ketika ingin menjadi presiden, bahkan lebih keras lagi menurut sebagian ulama’ wanita hukumnya haram sebagai presiden. Dua contoh di atas tentu tidak jauh berpijaknya, yakni lagi-lagi persoalan agama. Diharamkannya wanita sebagai Imam dalam shalat dengan makmum laki-laki seperti kasus Amina Wadud menurut sebagian ulama’ sebagai kiasan dilarangnya wanita menjadi pemimpin (presiden) atas laki-laki kasus Mega Wati. Penulis buku ini dengan jeli membenturkan hal di atas dengan contoh pemerintahan di Pakistan, sebuah Negara Islam yang sebenarnya memiliki tradisi konservatisme Islam yang lebih kental dari pada Indonesia, justru terjadi pengagung-agungan kemblinya pemimpin perempuan ke dalam kehidupan politik mereka. Benazir Bhuto, mantan perrdana menteri Pakistan setelah mengalami pengasingan politik beberapa lamanya malah kehadirannya disambut hangat oleh rakyat Pakistan. Melihat apa yang dilakukan rakyat Pakistan terhadap calon pemimpin perempuan ini, jauh dari kesan bahwa konservatisme Islam sebenarnya merupakan bagian tak terpisahkan dari kehidupan umat Islam di Pakistan. Pradana Boy sengaja secara lengkap dan global menyampaikan persoalan-persoalan yang timbul dalam masalah wanita dan perannya pada ruang publik. Yang kemudian pembaca dibebaskan mengambil sikap untuk menyetujui wanita sebagai pemimpin atau menolak.
Buku yang berjudul Fiqih Jalan Tengah, membongkar solusi Islam atas masalah-masalah masyarakat kontemporer ini memiliki tingkat pemilihan bahasa yang tinggi, sehingga sangat cocok bagi akademisi baik mahasiswa, dosen maupun peminat pengkajian Islam. Dari segi konten, persoalan-persoalan yang dibahas dalam buku ini merupakan topik-topik hangat yang tidak bisa hilang ditelan masa, karena pembahasan semacam yang ada dalam buku ini akan bisa dijadikan rujukan untuk menilik masa depan hukum atau syariat Islam dalam kehidupan yang lebih modern lagi.



*Khusnul Amin, Lahir di Tuban 10 Pebruari 1985. Alumni Madrasah Aliyah Negeri 2 Rengel 2005. Sedang menempuh pendidikan S-1 Fakultas Agama Islam (FAI), Jurusan Tarbiyah UMM sejak 2005 sampai sekarang. Tercatat sebagai salah satu mahasiswa FAI yang mendapat beasiswa Program Pendidikan Kader Ulama” (PPKU) dari UMM. Sebelum kuliah sempat mengemban amanah sebagai ketua OSIS, MPK dan Redaksi Majalah sekolah di Aliyah (2004), menjadi ketua Osis sewaktu di MTs (2001). Selama kuliah aktif diberbagai organisasi seperti, Ikatan Remaja Muhammadiyah (IRM) sebagai anggota, Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) sebagai kepala Bidang Keilmuan (2007), ketua bidang syiar Lembaga Semi Otonom (LSO) FORSIFA (2007), Anggota SENAT Fakultas (2007). Aktif menulis diberbagai media massa baik lokal maupun nasional, seperti Malang Post, Surya, dan Media Indonesia. Kini tercatat sebagai Reporter Magang Koran kampus, Bestari UMM.