Harapkan Peran Maksimal Pembina
Upaya UMM mendukung setiap minat dan bakat mahasiswa, salah satunya dibuktikan dengan membentuk wadah Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM). Selain untuk menampung kreativitas mahasiswa, sarana tersebut juga sebagai ajang pembinaan mahasiswa, untuk mengikuti berbagai kegiatan dalam maupun luar kampus. Namun dalam perjalanannya, masih mengalami berbagai permasalahan. Bagaimana kondisi riil UKM? Berikut penelusuran Bestari.
Ada 24 UKM yang telah dibentuk UMM, dengan berbagai bidang kegiatan, seperti olah raga, seni, penalaran, sosial dan keagamaan. UKM tidak hanya sebagai tempat improvisasi skill, namun dengan prestasi tersebut telah mengharumkan nama kampus. Beberapa prestasi baik tingkat regional maupun nasional telah diraih.
Kepala Biro Adminstrasi Kemahasiswaan, Ahmad Mubin, menjelaskan, UKM merupakan wadah yang disediakan universitas untuk mahasiswa guna menampung dan menyalurkan minat mahasiswa di bidang olah raga, seni, sosial, keagamaan dan penalaran. “Setiap mahasiswa dapat bergabung pada UKM yang ada, supaya mereka mendapatkan soft skill yang tidak mereka dapatkan di perkuliahan,” jelasnya.
Bebas Memilih Pembina
Untuk peningkatan prestasi UKM, dosen Fakultas Teknik itu memaparkan, kesuksesan UKM tidak terlepas dari ulur tangan para pembinanya. Universitas memberikan kebebasan pada tiap UKM untuk menentukan pembina yang mereka anggap cocok dan mempunyai kapabilitas. Sehingga, lanjut Mubin, tidak ada ketimpangan dan salah binaan dari pembina UKM itu sendiri. Dan untuk melegitimasi pembina, universitas mengeluarkan Surat Tugas.
“Peningkatan kualitas pembina terus duipayakan agar prestasi UKM bisa meningkat dan mampu berkompitisi dengan UKM-UKM lain yang sudah maju, baik pada tingkat wilayah maupun nasional,” jelasnya
Pembina Koperasi Mahasisiwa (Kopma), Nashidyah Hasanah, mengatakan, selama dua tahun membina Kopma, Kopma telah berbadan usaha dan berbadan hukum. Kopma, menurut Nashidyah sudah tergabung dalam Forum Komunikasi Koperasi Mahasiswa Indonesia (FKKMI). Untuk kegiatan, sejauh ini Kopma memfokuskan peningkatan skills bagi anggotanya. “Kegiatan Kopma sifatnya kedalam dan mengikat,” tuturnya.
Hal senada juga diungkapkan Gigit Mujianto, pembina Institut Karatedo (Inkado). Menurut Gigit, Inkado yang baru beberapa tahun didirikan sudah berhasil membawa nama universitas dalam kejuaraan daerah Kota Malang. “Inkado UMM, satu-satunya Inkado yang masih eksis di kota Malang,” jelasnya.
Pembina Kine Klub, Hari Sunaryo, mengatakan, pembinaan yang diberikan kampus melalui pembina masing-masing dinilai sudah cukup baik. “UKM merupakan tempat untuk menumbuhkan bakat mahasiswa, kampus dengan serius dan semaksimal mungkin membina mereka dengan baik,” tuturnya.
Adanya anggapan bahwa kampus sering membandingkan antara UKM yang sering meraih prestasi dengan yang tidak, dibantah oleh Hari. Menurut kepala Humas dan protokoler UMM itu, tidak ada perbedaan, karena mereka mempunyai kemampuan yang berbeda. Tetapi kalau diperhatikan secara tidak langsung memang ada. “Tapi bukan berarti pilih kasih, melainkan ingin memberikan motivasi kepada UKM yang lain,” tegasnya.
Pembinaan Hanya Formalitas
Sementara, pandangan berbeda terlontar dari beberapa anggota UKM. Sugali, misalnya, mantan ketua UKM Sinden itu mengatakan, kampus memang mengakui keberadaan UKM dan akan memberikan pembinaan yang baik. Tetapi itu hanyalah formalitas “Kalau yang saya lihat pihak kampus tidak serius dalam membina UKM, seperti tidak memperhatikan penuh kegiatan UKM,” sesal mahasiswa pria jurusan Kesejahteraan Sosial.
Di sisi lain Mitha, anggota UKM Inkado, punya pandangan, pentingnya mengasah rasa kekeluargaan, menambah pengetahuan, dan memupuk sikap kedewasaan dalam UKM. Mengenai permasalahan pembinaan, mahasiswa asal Nganjuk itu mengatakan, UKM tetap perlu seorang pembina. Namun disayangkan, pembina selama ini hanya sekadar formalitas saja. “Pembina hanya memberikan izin dan sebagai sarana memuluskan masalah dana sedang faktor psikologisnya sering diabaikan,” ujarnya.
Masih menurut Mitha, pembina UKM perlu sesekali datang pada saat latihan, memberi masukan, atau menyempatkan berkumpul walaupun sebentar dengan UKM binaanya. Dengan model pembinaan seperti ini hubungan antara pembina dan yang dibina akan lebih baik dan tidak hanya sekadar atasan-bawahan atau dosen-mahasiswa, tetapi seperti anak-bapak “Memang pihak kampus menghendaki kemandirian pada tiap UKM tetapi sedikit banyak peran pembina berpengaruh dalam kemajuannya,” tegasnya.
Pernyataan Mitha, didukung ketua UKM Paduan Suara Mahasiswa (PSM), Arif, menurut Arif, pembina perlu lebih memahami binaanya sehingga tidak hanya sekadar perantara perintah dari atas ke bawah. Pembina harus pahami binaanya, dari sinilah seharusnya komunikasi yang baik antara pembina dan anggota binaannya. ”Jadi pembina tidak terkesan hanya menuntut hasilnya saja tetapi harus ada take and give,” paparnya.
Perlu Adanya Kurikulum Pembinaan UKM
Pembina International Language Forum (ILF) Iswahyuni, mengatakan, pada dasarnya pembina tidak mutlak menuntut mahasiswa untuk ‘menghasilkan’ tetapi di sini, mahasiswa mendapatkan sesuatu yang berguna bagi masa depan mereka sendiri. Dengan UKM mereka bisa lebih mengenal orang lain, belajar memimpin, dan sarana aktualisasi diri.
Dosen pada Jurusan Bahasa Inggris FKIP UMM itu, juga mengakui, memang pembinaan yang selama ini dilakukan universitas masih belum menggunakan standar kurikulum tertentu, yang disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing UKM. “Jadi pembina memerlukan standar kurikulum pembinaan sebagai referensi pembina dalam mengontrol setiap kegiatan, mengingat tiap tahun orang yang dibina tidak selalu punya kemampuan yang sama sehingga model pembinaannya harus disesuaikan,” tegasnya.
Apapun permasalahanya harus disikapi dengan penuh kearifan, agar semua pihak tidak merasa dirugikan. mg_pin/pmg_tik/pmg_ifa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar