Jumat, 09 Juni 2017

CLEAR AND CLARIFY

BY: PUTERI AYU RATNA DEWI Suami saya sakit sejak tanggal 29 mei 2017, sebenarnya sudah sejak lama (beberapa tahun sebelum ikut kuliah IIP) saya sudah berinisiatif selalu mendahului (yang pro aktif) membincang hal-hal apapun seputar hidup rumah tangga kami. prinsip saya waktu itu adalah, segala persoalan yang terjadi harus jelas dan tidak menimbulkan ftnah atau beban apa-apa di belakang. Namun, niatan saya itu selalu gagal (belum maksimal terlaksana) karena beberapa hal, antara lain: suami selalu sepulang kerja tinggal lelahnya, sehingga manakala saya ajak diskusi, tidak sampai tuntas udah ditinggal tidur. Setiap ada masalah (keluhan dari pihak istri), tidak sampai tersampaikan dan terus mengendap di dada. hal lain yaitu, ego suami yang kebetulan seorang guru agama (ustadz) yang merasa tersinggung jikalau merasa "dilunjak istri" (baca; istri yang dianggap kurang bersyukur). hingga akhirnya, materi tantangan IIP 1 ini saya share ke HP suami dan saya "paksa" untuk dibaca. akhirnya goal juga, maksud hati saya (membuat suami sadar) pentingnya menyeleseikan masalah atau mendengar keluh kesah istri hingga jelas dan terkonfirmasi (clear and clarify) hari ini jumat, 10 juni tantangan tersebut baru terdokumentasikan. sebenarnya kami sepakat untuk membuat segalanya jadi clear and clarify itu sejak tanggal 4 juni. hal menarik yang saya dapatkan setelah berhasil mencapai point clear and clarify adalah sebagai berikut: a. suami rasanya tambah sayank dan cinta, nampak dari gesture tubuhnya (biasanya dingin), b. kami (suami istri) jadi sama-sama berbagi tanggungjawab dalam urusan domestik rumah tangga secara kompak (tanpa rasa keluh seperti dulu) c. kebersamaan kami menjadi semakin bermakna, penuh arti dan saling berbagi manfaat (saat ada kendala, berasa ringan karena langsung bisa buang sampah/baca; curhat berbagi rasa) d. tantangan apapun menjadi ringan e. saya semakin mencintai suami dan tidak ragu untuk senantiasa memadu kasih f. makin yakin dengan mimpi bersama akan lekas terwujud Adapun perubahan yang saya buat hari ini dalam berkomunikasi adalah menaklukan suami untuk enak diajak bicara (komunikasi), dengan cara sedikit manja (sesuai dengan questioner yang pernah saya buat untuk suami; saat enak diajak bicara adalah saat saya bersikap manja dengan suami). #level1 #day1 #tantangan10 hari #komunikasiproduktif #kuliahbunsayiip

Minggu, 04 Juni 2017

Potret Suami Ideal Dalam Rumah Tangga

Menjadi suami dan bapak ideal dalam rumah tangga? Tentu ini dambaan setiap lelaki, khususnya yang beriman kepada Allah Ta'ala dan hari akhir. Dan tentu saja ini tidak mudah kecuali bagi orang-orang yang dimudahkan oleh Allah Ta'ala. By Abdullah Taslim, Lc., MA. 20 May 2013 Sumber: https://muslim.or.id/14595-potret-suami-ideal-dalam-rumah-tangga.html Menjadi suami dan bapak ideal dalam rumah tangga? Tentu ini dambaan setiap lelaki, khususnya yang beriman kepada Allah Ta’ala dan hari akhir. Dan tentu saja ini tidak mudah kecuali bagi orang-orang yang dimudahkan oleh Allah Ta’ala. Sosok kepala rumah tangga ideal yang sejati, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam pernah bersabda: «خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لأَهْلِهِ وَأَنَا خَيْرُكُمْ لأَهْلِى» “Sebaik-baik kalian adalah orang yang paling baik (dalam bergaul) dengan keluarganya dan aku adalah orang yang paling baik (dalam bergaul) dengan keluargaku”1. Karena kalau bukan kepada anggota keluarganya seseorang berbuat baik, maka kepada siapa lagi dia akan berbuat baik? Bukankah mereka yang paling berhak mendapatkan kebaikan dan kasih sayang dari suami dan bapak mereka karena kelemahan dan ketergantungan mereka kepadanya?2. Kalau bukan kepada orang-orang yang terdekat dan dicintainya seorang kepala rumah tangga bersabar menghadapi perlakuan buruk, maka kepada siapa lagi dia bersabar?. Imam al-Munawi berkata: “Dalam hadits ini terdapat argumentasi yang menunjukkan (wajibnya) bergaul dengan baik terhadap istri dan anak-anak, terlebih lagi anak-anak perempuan, (dengan) bersabar menghadapi perlakuan buruk, akhlak kurang sopan dan kelemahan akal mereka, serta (berusaha selalu) menyayangi mereka”3. Potret Kepala Keluarga Ideal Dalam Al-Qur-an Allah Ta’ala menggambarkan sosok dan sifat kepala keluarga ideal dalam beberapa ayat al-Qur-an, di antaranya dalam firman-Nya: {الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ} “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum perempuan, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka” (QS an-Nisaa’: 34). Inilah sosok suami ideal, dialah lelaki yang mampu menjadi pemimpin dalam arti yang sebenarnya bagi istri dan anak-anaknya. Memimpin mereka artinya mengatur urusan mereka, memberikan nafkah untuk kebutuhan hidup mereka, mendidik dan membimbing mereka dalam kebaikan, dengan memerintahkan mereka menunaikan kewajiban-kewajiban dalam agama dan melarang mereka dari hal-hal yang diharamkan dalam Islam, serta meluruskan penyimpangan yang ada pada diri mereka4. Dalam ayat lain, Allah Ta’ala berfirman: {وَاذْكُرْ فِي الْكِتَابِ إِسْمَاعِيلَ إِنَّهُ كَانَ صَادِقَ الْوَعْدِ وَكَانَ رَسُولا نَبِيًّا. وَكَانَ يَأْمُرُ أَهْلَهُ بِالصَّلاةِ وَالزَّكَاةِ وَكَانَ عِنْدَ رَبِّهِ مَرْضِيًّا} “Dan ceritakanlah (hai Muhammad kepada mereka) kisah Ismail (yang tersebut) di dalam al-Qur’an. Sesungguhnya dia adalah seorang yang benar janjinya, dan dia adalah seorang rasul dan nabi. Dan dia (selalu) memerintahkan kepada keluarganya untuk (menunaikan) shalat dan (membayar) zakat, dan dia adalah seorang yang di ridhoi di sisi Allah” (QS Maryam: 54-55). Inilah potret hamba yang mulia dan kepala rumah tangga ideal, Nabi Ismail ‘alaihissalam, sempurna imannya kepada Allah, shaleh dan kuat dalam menunaikan ketaatan kepada-Nya, sehingga beliau ‘alaihissalam meraih keridhaan-Nya. Tidak cukup sampai di situ, beliau ‘alaihissalam juga selalu membimbing dan memotivasi anggota keluarganya untuk taat kepada Allah, karena mereka yang paling pertama berhak mendapatkan bimbingannya5. Demukian pula dalam ayat lain, Allah Ta’ala berfirman: {وَالَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا} “Dan orang-orang yang berkata: “Ya Rabb kami, anugerahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyejuk hati (kami), dan jadikanlah kami imam (panutan) bagi orang-orang yang bertakwa” (QS al-Furqaan: 74). Dalam ayat ini Allah Ta’ala memuji hamba-hamba-Nya yang beriman karena mereka selalu mendokan dan mengusahakan kebaikan dalam agama bagi anak-anak dan istri-istri mereka. Inilah makna “qurratul ‘ain” (penyejuk hati) bagi orang-orang yang beriman di dunia dan akhirat6. Imam Hasan al-Bashri ketika ditanya tentang makna ayat di atas, beliau berkata: “Allah akan memperlihatkan kepada hambanya yang beriman pada diri istri, saudara dan orang-orang yang dicintainya ketaatan (mereka) kepada Allah. Demi Allah, tidak ada sesuatupun yang lebih menyejukkan pandangan mata (hati) seorang muslim dari pada ketika dia melihat anak, cucu, saudara dan orang-orang yang dicintainya taat kepada Allah Ta’ala”7. Beberapa Sifat Kepala Rumah Tangga Ideal 1. Shalih Dan Taat Beribadah Keshalehan dan ketakwaan seorang hamba adalah ukuran kemuliaannya di sisi Allah Ta’ala, sebagaimana dalam firman-Nya: {إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ} “Sesungguhnya orang yang paling mulia di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu” (QS al-Hujuraat: 13). Seorang kepala rumah tangga yang selalu taat kepada Allah Ta’ala akan dimudahkan segala urusannya, baik yang berhubungan dengan dirinya sendiri maupun yang berhubungan dengan anggota keluarganya. Allah Ta’ala berfirman: {وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجاً. وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لا يَحْتَسِبُ} “Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan memberikan baginya jalan keluar (dalam semua masalah yang dihadapinya), dan memberinya rezki dari arah yang tidak disangka-sangkanya” (QS. ath-Thalaaq:2-3). Dalam ayat berikutnya Allah berfirman: {وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مِنْ أَمْرِهِ يُسْراً} “Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan menjadikan baginya kemudahan dalam (semua) urusannya” (QS. ath-Thalaaq:4). Artinya: Allah Ta’ala akan meringankan dan memudahkan (semua) urusannya, serta menjadikan baginya jalan keluar dan solusi yang segera (menyelesaikan masalah yang dihadapinya)8. Bahkan dengan ketakwaan seorang kepala rumah tangga, dengan menjaga batasan-batasan syariat-Nya, Allah Ta’ala akan memudahkan penjagaan dan taufik-Nya untuk dirinya dan keluarganya, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam: “Jagalah (batasan-batasan/syariat) Allah maka Dia akan menjagamu, jagalah (batasan-batasan/syariat) Allah maka kamu akan mendapati-Nya dihadapanmu”9. Makna “menjaga (batasan-batasan/syariat) Allah” adalah menunaikan hak-hak-Nya dengan selalu beribadah kepada-Nya, serta menjalankan semua perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya10. Dan makna “kamu akan mendapati-Nya dihadapanmu”: Dia akan selalu bersamamu dengan selalu memberi pertolongan dan taufik-Nya kepadamu11. Penjagaan Allah Ta’ala dalam hadits ini juga mencakup penjagaan terhadap anggota keluarga hamba yang bertakwa tersebut12. 2. Bertanggung Jawab Memberi Nafkah Untuk Keluarga Menafkahi keluarga dengan benar adalah salah satu kewajiban utama seorang kepala keluarga dan dengan inilah di antaranya dia disebut pemimpin bagi anggota keluarganya. Allah Ta’ala berfirman: {الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ} “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum perempuan, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka” (QS an-Nisaa’: 34). Dalam ayat lain, Allah Ta’ala berfirman: {وَعَلَى الْمَوْلُودِ لَهُ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ} “Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang ma’ruf” (QS al-Baqarah: 233). Dalam hadits yang shahih, ketika Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam ditanya tentang hak seorang istri atas suaminya, beliau  bersabda: “Hendaknya dia memberi (nafkah untuk) makanan bagi istrinya sebagaimana yang dimakannya, memberi (nafkah untuk) pakaian baginya sebagaimana yang dipakainya, tidak memukul wajahnya, tidak mendokan keburukan baginya (mencelanya), dan tidak memboikotnya kecuali di dalam rumah (saja)”13. Tentu saja maksud pemberian nafkah di sini adalah yang mencukupi dan sesuai dengan kebutuhan, tidak berlebihan dan tidak kurang. Karena termasuk sifat hamba-hamba Allah Ta’ala yang bertakwa adalah mereka selalu mengatur pengeluaran harta mereka agar tidak terlalu boros adan tidak juga kikir. Allah Ta’ala berfirman: {وَالَّذِينَ إِذَا أَنْفَقُوا لَمْ يُسْرِفُوا وَلَمْ يَقْتُرُوا وَكَانَ بَيْنَ ذَلِكَ قَوَامًا} “Dan (hamba-hamba Allah yang beriman adalah) orang-orang yang apabila mereka membelanjakan (harta), mereka tidak berlebih-lebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan mereka) di tengah-tengah antara yang demikian” (QS al-Furqaan:67). Artinya: mereka tidak mubazir (berlebihan) dalam membelanjakan harta sehingga melebihi kebutuhan, dan (bersamaan dengan itu) mereka juga tidak kikir terhadap keluarga mereka sehingga kurang dalam (menunaikan) hak-hak mereka dan tidak mencukupi (keperluan) mereka, tetapi mereka (bersikap) adil (seimbang) dan moderat (dalam pengeluaran), dan sebaik-baik perkara adalah yang moderat (pertengahan)14. Ini semua mereka lakukan bukan karena cinta yang berlebihan kepada harta, tapi kerena mereka takut akan pertanggungjawaban harta tersebut di hadapan Allah Ta’ala di hari kiamat kelak. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: “Tidak akan bergeser dua telapak kaki seorang hamba pada hari kiamat sampai dia ditanya (dimintai pertanggungjawaban) tentang umurnya kemana dihabiskannya, tentang ilmunya bagaimana dia mengamalkannya, tentang hartanya; dari mana diperolehnya dan ke mana dibelanjakannya, serta tentang tubuhnya untuk apa digunakannya”15. 3. Memperhatikan Pendidikan Agama Bagi Keluarga Ini adalah kewajiban utama seorang kepala rumah tangga terhadap anggota keluarganya. Allah Ta’ala berfirman: {يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَاراً وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ} “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu” (QS at-Tahriim:6). Ali bin Abi Thalib radhiallahu’anhu, ketika menafsirkan ayat di atas, beliau berkata: “(Maknanya): Ajarkanlah kebaikan untuk dirimu sendiri dan keluargamu”16. Syaikh Abdurrahman as-Sa’di berkata: “Memelihara diri (dari api neraka) adalah dengan mewajibkan bagi diri sendiri untuk melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya, serta bertobat dari semua perbuatan yang menyebabkan kemurkaan dan siksa-Nya. Adapun memelihara istri dan anak-anak (dari api neraka) adalah dengan mendidik dan mengajarkan kepada mereka (syariat Islam), serta memaksa mereka untuk (melaksanakan) perintah Allah. Maka seorang hamba tidak akan selamat (dari siksaan neraka) kecuali jika dia (benar-benar) melaksanakan perintah Allah (dalam ayat ini) pada dirinya sendiri dan pada orang-orang yang dibawa kekuasaan dan tanggung jawabnya”17. Dalam sebuah hadits shahih, ketika shahabat yang mulia, Malik bin al-Huwairits radhiallahu’anhu dan kaumnya mengunjungi Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam selama dua puluh hari untuk mempelajari al-Qur-an dan sunnah beliau, kemudian Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda kepada mereka: “Pulanglah kepada keluargamu, tinggallah bersama mereka dan ajarkanlah (petunjuk Allah Ta’ala) kepada mereka”18. 4. Pembimbing Dan Motivator Seorang kepala keluarga adalah pemimpin dalam rumah tangganya, ini berarti dialah yang bertanggung jawab atas semua kebaikan dan keburukan dalam rumah tangganya dan dialah yang punya kekuasaan, dengan izin Allah Ta’ala, untuk membimbing dan memotivasi anggota keluarganya dalam kebaikan dan ketaatan kepada Allah Ta’ala. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: “Ketahuilah, kalian semua adalah pemimpin dan kalian semua akan dimintai pertanggungjawaban tentang apa yang dipimpinnya…seorang suami adalah pemimpin (keluarganya) dan dia akan dimintai pertanggungjawaban tentang mereka”19. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam mencontohkan sebaik-baik teladan sebagai pembimbing dan motivator. Dalam banyak hadits yang shahih, beliau Shallallahu’alaihi Wasallam selalu memberikan bimbingan yang baik kepada orang-orang yang berbuat salah, sampaipun kepada anak yang masih kecil. Beliau Shallallahu’alaihi Wasallam pernah melihat seorang anak kecil yang berlaku kurang sopan ketika makan, maka beliau Shallallahu’alaihi Wasallam menegur dan membimbing anak tersebut, beliau Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: “Wahai anak kecil, sebutlah nama Allah (ketika hendak makan), makanlah dengan tangan kananmu dan makanlah (makanan) yang ada di depanmu”20. Dalam hadits lain, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam pernah melarang cucu beliau, Hasan bin ‘Ali radhiallahu’anhu memakan kurma sedekah, padahal waktu itu Hasan masih kecil, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: “Hekh hekh” agar Hasan membuang kurma tersebut, kemudian beliau Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: “Apakah kamu tidak mengetahui bahwa kita (Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam dan keturunannya) tidak boleh memakan sedekah?”21. Imam Ibnu Hajar menyebutkan di antara kandungan hadits ini adalah bolehnya membawa anak kecil ke mesjid dan mendidik mereka dengan adab yang bermanfaat (bagi mereka), serta melarang mereka melakukan sesuatu yang membahayakan mereka sendiri, (yaitu dengan) melakukan hal-hal yang diharamkan (dalam agama), meskipun anak kecil belum dibebani kewajiban syariat, agar mereka terlatih melakukan kebaikan tersebut22. Memotivasi anggota keluarga dalam kebaikan juga dilakukan dengan mencontohkan dan mengajak anggota keluarga mengerjakan amal-amal kebaikan yang disyariatkan dalam Islam. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: “Semoga Allah merahmati seorang laki-laki yang bangun di malam hari lalu dia melaksanakan shalat (malam), kemudian dia membangunkan istrinya, kalau istrinya enggan maka dia akan memercikkan air pada wajahnya…”23. Teladan baik yang dicontohkan seorang kepala keluarga kepada anggota keluarganya merupakan sebab, setelah taufik dari Allah Ta’ala untuk memudahkan mereka menerima nasehat dan bimbingannya. Sebaliknya, contoh buruk yang ditampilkannya merupakan sebab besar jatuhnya wibawanya di mata mereka. Imam Ibnul Jauzi membawakan sebuah ucapan seorang ulama salaf yang terkenal, Ibrahim al-Harbi24. Dari Muqatil bin Muhammad al-‘Ataki, beliau berkata: Aku pernah hadir bersama ayah dan saudaraku menemui Abu Ishak Ibrahim al-Harbi, maka beliau bertanya kepada ayahku: “Mereka ini anak-anakmu?”. Ayahku menjawab: “Iya”. (Maka) beliau berkata (kepada ayahku): “Hati-hatilah! Jangan sampai mereka melihatmu melanggar larangan Allah, sehingga (wibawamu) jatuh di mata mereka”25. 5. Bersikap Baik Dan Sabar Dalam Menghadapi Perlakuan Buruk Anggota Keluarganya Seorang pemimpin keluarga yang bijak tentu mampu memaklumi kekurangan dan kelemahan yang ada pada anggota keluarganya, kemudian bersabar dalam menghadapi dan meluruskannya. Ini termasuk pergaulan baik terhadap keluarga yang diperintahkan dalam firman Allah Ta’ala: {وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ فَإِنْ كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَيَجْعَلَ اللَّهُ فِيهِ خَيْرًا كَثِيرًا} “Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian jika kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak” (QS an-Nisaa’: 19). Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: “Berwasiatlah untuk berbuat baik kepada kaum wanita, karena sesungguhnya wanita diciptakan dari tulang rusuk (yang bengkok), dan bagian yang paling bengkok dari tulang rusuk adalah yang paling atas, maka jika kamu meluruskannya (berarti) kamu mematahkannya, dan kalau kamu membiarkannya maka dia akan terus bemgkok, maka berwasiatlah (untuk berbuat baik) kepada kaum wanita”26. Seorang istri bagaimanapun baik sifat asalnya, tetap saja dia adalah seorang perempuan yang lemah dan asalnya susah untuk diluruskan, karena diciptakan dari tulang rusuk yang bengkok, ditambah lagi dengan kekurangan pada akalnya. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: “إن المرأة خلقت من ضلع لن تستقيم لك على طريقة” “Sesungguhnya perempuan diciptakan dari tulang rusuk (yang bengkok), (sehingga) dia tidak bisa terus-menerus (dalam keadaan) lurus jalan (hidup)nya”27. Dalam hadits lain Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam menyifati perempuan sebagai: “…ناقصات عقل ودين” “…Orang-orang yang kurang (lemah) akal dan agamanya”28. Maka seorang istri yang demikian keadaannya tentu sangat membutuhkan bimbingan dan pengarahan dari seorang laki-laki yang memiliki akal, kekuatan, kesabaran, dan keteguhan pendirian yang melebihi perempuan29. Oleh karena itulah, Allah Ta’ala menjadikan kaum laki-laki sebagai pemimpin dan penegak urusan kaum perempuan. Seorang laki-laki yang beriman tentu akan selalu menggunakan pertimbangan akal sehatnya ketika menghadapi perlakuan kurang baik dari orang lain, untuk kemudian dia berusaha menasehati dan meluruskannya dengan cara yang baik dan bijak, terlebih lagi jika orang tersebut adalah orang yang terdekat dengannya, yaitu istri dan anak-anaknya. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: “Janganlah seorang lelaki beriman membenci seorang wanita beriman, kalau dia tidak menyukai satu akhlaknya, maka dia akan meridhai/menyukai akhlaknya yang lain”30. 6. Selalu Mendoakan Kebaikan Bagi Anak Dan Istrinya Termasuk sifat hamba-hamba Allah Ta’ala yang beriman adalah selalu mendoakan kebaikan bagi dirinya dan anggota keluarganya. Allah Ta’ala berfirman: {وَالَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا} “Dan orang-orang yang berkata: “Ya Rabb kami, anugerahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyejuk hati (kami), dan jadikanlah kami imam (panutan) bagi orang-orang yang bertakwa” (QS al-Furqaan: 74). Dalam hadits yang shahih, ketika Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam menjelaskan tentang kewajiban seorang suami terhadap istrinya, diantaranya: “…Dan tidak mendokan keburukan baginya”31. Maka kepala keluarga yang ideal tentu akan selalu mengusahakan dan mendoakan kebaikan bagi anggota keluarganya, istri dan anak-anaknya, bahkan inilah yang menjadi sebab terhiburnya hatinya, yaitu ketika menyaksikan orang-orang yang dicintainya selalu menunaikan ketaatan kepada Allah Ta’ala32. Penutup Demikianlah, semoga tulisan ini bermanfaat dan menjadi motivasi bagi orang-orang yang beriman, khusunya para kepala keluarga, untuk menghiasi dirinya dengan akhlak yang terpuji ini, untuk menjadikan mereka meraih kemuliaan dan kebahagiaan sejati di dunia dan akhirat bersama anggota keluarga mereka, dengan taufik dari Allah Ta’ala. وصلى الله وسلم وبارك على نبينا محمد وآله وصحبه أجمعين، وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين Kota Kendari, 9 Rajab 1434 H Catatan Kaki 1 HR at-Tirmidzi (no. 3895) dan Ibnu Hibban (no. 4177), dinyatakan shahih oleh Imam at-Tirmidzi, Ibnu Hibban dan Syaikh al-Albani. 2 Lihat kitab “Tuhfatul ahwadzi” (4/273). 3 Kitab “Faidul Qadiir” (3/498). 4 Lihat kitab “Tafsir Ibnu Katsir” (1/653) dan “Taissirul kariimir Rahmaan” (hal. 177).. 5 Lihat kitab “Tafsir Ibnu Katsir” (3/169) dan “Taissirul kariimir Rahmaan” (hal. 496). 6 Lihat kitab “Fathul Qadiir” (4/131). 7 Dinukil oleh Ibnu Katsir dalam tafsir beliau (3/439). 8 Tafsir Ibnu Katsir (4/489). 9 HR at-Tirmidzi (no. 2516), Ahmad (1/293) dan lain-lain, dinyatakan shahih oleh imam at-Tirmidzi dan syaikh al-Albani dalam “Shahihul jaami’ish shagiir” (no. 7957). 10 Lihat penjelasan Ibnu Rajab al-Hambali dalam “Jaami’ul uluumi wal hikam” (hal. 229). 11 Ibid (hal. 233). 12 Ibid. 13 HR Abu Dawud (no. 2142) dan dinyatakan shahih oleh Syaikh al-Albani. 14 Kitab “Tafsir Ibnu Katsir” (3/433). 15 HR at-Tirmidzi (no. 2417), ad-Daarimi (no. 537), dan Abu Ya’la (no. 7434), dishahihkan oleh at-Tirmidzi dan al-Albani dalam “as-Shahiihah” (no. 946) karena banyak jalurnya yang saling menguatkan. 16 Diriwayatkan oleh al-Hakim dalam “Al-Mustadrak” (2/535), dishahihkan oleh al-Hakim sendiri dan disepakati oleh adz-Dzahabi. 17 Taisiirul Kariimir Rahmaan (hal. 640). 18 HSR al-Bukhari (no. 602). 19 HSR al-Bukhari (no. 2278) dan Muslim (no. 1829). 20 HSR al-Bukhari (no. 5061) dan Muslim (no. 2022). 21 HSR al-Bukhari (no. 1420) dan Muslim (no. 1069). 22 Fathul Baari (3/355). 23 HR Abu Dawud (no. 1308) dan Ibnu Majah (no. 1336), dinyatakan shahih oleh syaikh al-Albani. 24 Beliau adalah Imam besar, penghafal hadits, Syaikhul Islam Ibrahim bin Ishak bin Ibrahim bin Basyir al-Baghdadi al-Harbi (wafat 285 H), biografi beliau dalam “Siyaru a’alamin nubala‘” (13/356). 25 Shifatush shafwah (2/409). 26 HSR al-Bukhari (no. 3153) dan Muslim (no. 1468). 27 HSR Muslim (no. 1468). 28 HSR al-Bukhari (no. 298) dan Muslim (no. 132). 29 Lihat kitab “Taisiirul Kariimir Rahmaan” (hal. 101). 30 HSR Muslim (no. 1469). 31 HR Abu Dawud (no. 2142) dan dinyatakan shahih oleh Syaikh al-Albani. 32 Sebagaimana yang telah kami nukil di atas tentang makna ayat ini. — Penulis: Ustadz Abdullah bin Taslim Al Buthoni, MA. Artikel Muslim.Or.Id Sumber: https://muslim.or.id/14595-potret-suami-ideal-dalam-rumah-tangga.html

Kamis, 31 Maret 2016

Jumat, 04 Desember 2015

JANGAN BERSEDIH, TEMAN

Kehidupan ini tak selamanya indah. Senang dan duka datang silih berganti. Hal ini semakin memantapkan hati untuk menilai kehidupan dunia ini adalah semu. Kebahagiaannya semu. Kesedihannya semu. Ada kehidupan selanjutnya di hadapan kita. Itulah negeri akhirat. Abadi dan hakiki. Di sanalah tempat istirahat dan bersenang-senang yang hakiki, yakni di surga-Nya yang penuh limpahan rahmad dan kenikmatan. Atau kesengsaraan hakiki, di nereka yang panas membara. Tempat kembali orang-orang durhaka kepada Sang Pencipta. Teringat olehku perkataan yang tersimpan dalam kalbu. Di mana seorang pernah menasehatkan, “Ketahulilah yang selamat hanyalah sedikit. Sesungguhnya tipuan dunia akan hilang. Semua kenikmatan selain surga akan sirna. Dan semua kesusahan selain neraka adalah keselamatan.” Pembaca yang kami muliakan. Perlu kita sadari bahwa kesenangan dunia dan kesengsaraannya adalah ujian dari Tuhan semesta alam. Apakah menjadi hamba yang bersyukur saat diberi nikmat dan sabar saat diberi cobaan, ataukah sebaliknya. Karena dunia ini adalah daarul ibtilaa’ (negeri tempat ujian dan cobaan). Allah ‘azzawajalla berfirman, وَنَبْلُوكُمْ بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً ۖ وَإِلَيْنَا تُرْجَعُونَ “Wahai manusia, Kami akan menguji kalian dengan kesempitan dan kenikmatan, untuk menguji iman kalian. Dan hanya kepada Kamilah kalian akan kembali” (QS. Al-Anbiya: 35). Ikrimah –rahimahullah– pernah mengatakan, ليس أحد إلا وهو يفرح ويحزن، ولكن اجعلوا الفرح شكراً والحزن صبر “Setiap insan pasti pernah merasakan suka dan duka. Oleh karena itu, jadikanlah sukamu adalah syukur dan dukamu adalah sabar.” Senang dan duka adalah sunatullah yang pasti mewarnai kehidupan ini. Tidak ada seorang manusia pun yang terus merasa senang, dan tidak pula terus dalam duka dan Kesedihan. Semuanya merasakan senang dan duka datang silih berganti. Jangankan kita, generasi terbaik umat ini, para wali Allah, yakni para sahabat Nabi shallallahu’alaihi wa sallam pun pernah dirundung kesedihan. Allah menceritakan keadaan mereka saat kekalahan yang mereka alami dalam perang uhud. وَتِلْكَ الْأَيَّامُ نُدَاوِلُهَا بَيْنَ النَّاسِ وَلِيَعْلَمَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا وَيَتَّخِذَ مِنْكُمْ شُهَدَاءَ ۗ وَاللَّهُ لَا يُحِبُّ الظَّالِمِين “Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu Kami pergilirkan diantara manusia (agar mereka mendapat pelajaran); dan supaya Allah ingin memberi bukti kebenaran kepada beriman (dengan orang-orang kafir) dan menjadikan sebagian diantara kalian sebagai syuhada’. Allah tidak menyukai orang-orang yang zalim” (QS. Ali Imran: 140). Allah yang menciptakan kebahagiaan dan Kesedihan agar manusia menyadari nikmatnya kebahagiaan, sehingga ia bersyukur dan berbagi. Dan sempitnya Kesedihan diciptakan agar ia tunduk bersimpuh di hadapan Tuhan yang maha rahmat dan mengasihi, serta tidak menyombongkan diri. Hinggalah ia mengadu harap di hadapan Allah. Merendah merengek di hadapan Allah. Bersimpuh pasrah kepada Tuhan yang maha penyayang. Seperti aduannya Nabi Ya’qub saat lama berpisah dengan putra tercinta; Yusuf ‘alaihimas sasalam إِنَّمَا أَشْكُو بَثِّي وَحُزْنِي إِلَى اللَّهِ “Sesungguhnya hanya kepada Allah aku mengadukan penderitaan dan kesedihanku” (QS. Yusuf: 86). Ada saja hikmah dalam ketetapan Allah yang maha hakim (bijaksana) itu. وَأَنَّهُ هُوَ أَضْحَكَ وَأَبْكَىٰ “Dialah Allah yang menjadikan seorang tertawa dan menangis” (QS. An-Najm: 43). Oleh karena itu, tidaklah tercela bila seorang merasa sedih. Itu adalah naluri. Tak ada salahnya bila memang sewajarnya. Terlebih bila sebab-sebab kesedihan itu suatu hal yang terpuji. Seperti yang dirasakan orang beriman saat melakukan dosa, di mana Nabi mengabarkan bahwa itu adalah tanda iman. مَنْ سَرَّتْهُ حَسَنَاتُهُ وَسَاءَتْهُ سَيِّئَاتُهُ فَهُوَ الْمُؤْمِنُ “Barangsiapa yang merasa bergembira karena amal kebaikannya dan sedih karena amal keburukannya, maka ia adalah seorang yang beriman” (HR. Tirmidzi). Atau seorang merasa sedih saat tertinggal shalat jamaah di masjid, menyia-nyiakan waktu, tertidur di sepertiga malam terakhir hingga luput dari sholat tahajud, ini suatu hal yang terpuji. Ini tanda adanya cahaya iman dalam hatinya. Yang tercela adalah saat seorang larut dalam sedihnya. Hingga membuat hatinya lemah, tekadnya meredup, rasa optimisnya menghilang, kesedihan yang menghancurkan harapan. Sampai membuatnya tidak mau bergerak, tidak ada ikhtiyar untuk mengubah keadaannya untuk menjadi insan yang bahagia. Yang tercela kesedihan yang membuatnya lemah untuk meraih ridha Allah, bahkan membawanya pada keputusasaan dan membenci takdir Allah. Karena seringkali setan memanfaatkan kesedihan untuk menjerumuskan manusia. Betapa banyak orang-orang yang tergelincir dari jalan Allah karena larut dalam kesedihan. Oleh karenanya, Nabi shallallahu’alaihi wa sallam senantiasa berlindung dari rasa sedih. Di antara doa yang sering dipanjatkan Nabi adalah, اللهم إني أعوذ بك من الهم والحزن .. // Allahumma innii a’uudzubika minal hammi wal hazani…// “Ya Allah aku berlindung kepadaMu dari gundah gulana dan rasa sedih…” (HR. Bukhari dan Muslim). Tidak perlu berlama-lama memendam kesedihan dalam hatimu. Banyak yang tak menyadari, ternyata setan senang melihat seorang mukmin bersedih. Ia amat menginginkan kesedihan itu ada pada orang-orang beriman. Allah ‘azzawajalla mengabarkan dalam firmanNya, إِنَّمَا النَّجْوَىٰ مِنَ الشَّيْطَانِ لِيَحْزُنَ الَّذِينَ آمَنُوا وَلَيْسَ بِضَارِّهِمْ شَيْئًا إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ ۚ وَعَلَى اللَّهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُؤْمِنُونَ “Sesungguhnya pembicaraan bisik-bisik itu hanyalah dorongan dari setan. Supaya menjadikan hati orang-orang beriman sedih. Padahal pembicaraan rahasia untuk menggunjing tidak akan merugikan orang-orang beriman sedikitpun, kecuali dengan kehendak Allah. Hanya kepada Allah-lah hendaknya orang-orang yang beriman bertawakkal” (QS. Al-Mujadilah: 10). Tahukah anda wahai pembaca sekalian. Ternyata bila kita amati, kata-kata sedih dalam Al-Qurán tidaklah datang kecuali dalam konteks larangan atau kalimat negatif (peniadaan). Sebagaimana yang dijelaskan Ibnul Qoyyim rahimahullah dalam bukunya Madaarijus Saalikiin. Dalam konteks larangan, misalnya adalah firman Allah ‘azza wa jalla, وَلَا تَهِنُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَنْتُمُ الْأَعْلَوْنَ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ “Janganlah kamu lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, karena kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman” (QS. Ali Imran: 139). وَلَا تَحْزَنْ عَلَيْهِمْ “Dan janganlah kamu berduka cita terhadap mereka” (QS. An-Nahl: 127). Beberapa ayat juga berbunyi senada. Kemudian firman Allah ta’ala, لَا تَحْزَنْ إِنَّ اللَّهَ مَعَنَا ۖ “Janganlah kamu berduka cita, sesungguhnya Allah beserta kita” (QS. At-Taubah: 40) Adapun dalam konteks kalimat negatif (peniadaan) misalnya firman Allah ta’ala, لَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ “Mereka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati” (QS. Al-Baqarah: 38) Apa rahasia dari semua ini? Ibnul Qoyyim rahimahullah menjelaskan, وسر ذلك أن الحزن موقف غير مسير، ولا مصلحة فيه للقلب، وأحب شيء إلى الشيطان :أن يحزن العبد ليقطعه عن سيره ويوقفه عن سلوكه، قال الله تعالى : {إِنَّمَا النَّجْوَى مِنَ الشَّيْطَانِ لِيَحْزُنَ الَّذِينَ آمَنُوا } Rahasianya adalah, karena kesedihan adalah keadaan yang tidak menyenangkan, tidak ada maslahat bagi hati. Suatu hal yang paling disenangi setan adalah, membuat sedih hati seorang hamba. Hingga menghentikannya dari rutinitas amalnya dan menahannya dari kebiasaan baiknya. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, إِنَّمَا النَّجْوَىٰ مِنَ الشَّيْطَانِ لِيَحْزُنَ الَّذِينَ آمَنُوا “Sesungguhnya pembicaraan bisik-bisik itu adalah dari syaitan, supaya orang-orang yang beriman itu berduka cita” ([QS. Al-Mujadalah: 10]. Madaarijus Saalikiin hal: 1285). Islam Menginginkanmu Bahagia Bersyukurlah anda atas nikmat Islam. Karena Islam adalah agama yang menginginkan anda untuk senantiasa bahagia. Allah ‘azza wa jalla. Sang Pembuat Syariat ini tak ingin melihat hamba-Nya bersedih hati. Oleh karenanya, Islam diturunkan untuk membawa kebahagiaan bagi segenap makhluk, bukan untuk menyusahkan. Dalam surat Thaha Allah berfirman, مَا أَنْزَلْنَا عَلَيْكَ الْقُرْآنَ لِتَشْقَىٰ “Kami tidaklah menurunkan Al Quran ini kepadamu untuk membuatmu susah” (QS. Thaha: 2). Artinya, Islam diturunkan untuk membuatmu bahagia. Bahkan, saat seorang jauh dari Islam, saat Itulah kesedihan hakiki akan menghampirinya, dia memang pantas untuk mendapat kesedihan, Bila kita perhatikan sebuah hadis Nabi shallallahu’alaihi wa sallam, maka kita bisa memyimpulkan sebuah kesimpulan yang indah. Di mana Nabi shallallahu’alaihi wa sallam pernah bersabda, إِذَا كُنْتُمْ ثَلَاثَةً فَلَا يَتَنَاجَى رَجُلَانِ دُونَ الْآخَرِ حَتَّى تَخْتَلِطُوا بِالنَّاسِ أَجْلَ أَنْ يُحْزِنَهُ “Jika kalian bertiga maka janganlah dua orang berbicara/berbisik bisik berduaan sementara yang ketiga tidak diajak, sampai kalian bercampur dengan manusia. Karena hal ini bisa membuat orang yang ketiga tadi bersedih” (HR. Bukhori no. 6290 dan Muslim no. 2184). Sekedar berbisik bila membuat saudaranya sedih saja dilarang. Ini menunjukkan bahwa Islam begitu menjaga perasaan penganutnya dan amat menginginkan kebahagiaan dalam hati setiap insan. Bahkan Allah senang melihat tanda-tanda bahagia, itu tampak dalam diri kita. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, إِنَّ اللَّهَ يُحِبَّ أَنْ يُرَى أَثَرُ نِعْمَتِهِ عَلَى عَبْدِهِ Sesungguhnya Allah senang melihat bekas nikmat-Nya pada seorang hamba” (HR. Tirmidzi dan An Nasai). Maka betapa indahnya Islam, agama yang mencintai kebahagiaan pada dirimu, dan mengenyahkanmu dari duka cita, di dunia dan di akhirat. Wahai saudara ku usirlah kesedihan dari hatimu. Jangan biarkan setan memanfaatkannya. Karena setan selalu mengintai setiap gerak-gerik kita. Sebagaimana Rasulullah kabarkan, إِنَّ الشَّيْطَانَ يَحْضُرُ أَحَدَكُمْ عِنْدَ كُلِّ شَيْءٍ مِنْ شَأْنِهِ، حَتَّى يَحْضُرَهُ عِنْدَ طَعَامِهِ “Sesungguhnya setan mendatangi kalian dalam setiap keadaan kalian. Sampai setan ikut hadir di makanan kalian” (HR. Muslim). Terakhir sebagai penutup tulisan ini, kami ingin katakan, “Anda seorang muslim? Berbahagialah!” Wallahu ta’ala a’laa wa a’lam.

Senin, 06 Mei 2013

Menjaga Hati

Suatu hari terjadi percakapan antara saya dengan seorang senior di kampus, ketika saya masih di bangku kuliah. Di pembicaraan itu, senior saya mengkritik perilaku teman-teman mahasiswa aktivis dakwah yang suka menundukkan pandangannya ketika berbicara dengan lawan jenis. Senior saya berkata, “Katanya jaga hijab… Yang perlu dihijab kan hati. Walau pun tidak melihat tapi hatinya bermain, kan sama saja bohong. Lebih baik hati yang dihijab.” Seperti itu lah kira-kira. Saat itu saya mangut-mangut. Ungkapan itu terdengar logis. Berapa lama kemudian di sebuah pengajian, terdengar kritik dari seorang anggota pengajian (dia adalah senior saya yang lain) kepada para aktivis dakwah kampus yang menyepelekan hijab. “Mereka bilang ghodul qulub (menjaga hati) lebih penting, kemudian menyepelekan ghodul bashor (menjaga pandangan). Padahal yang benar ghodul bashor ilaa ghodul qulub (menjaga pandangan untuk menjaga hati). Jaga pandangan dulu untuk kemudian jaga hati!” Nah lho… saya termangut-mangut lagi. Mana yang benar? Yang ditawarkan oleh senior pertama adalah penjagaan yang langsung di pusatnya: hati, daripada bersusah-susah menjaga pandangan. Tapi menurut senior kedua, tidak mungkin menjaga hati apabila tidak menjaga pandangan. Sejauh mana kita bisa menjaga hati? Yang ditawarkan oleh senior pertama adalah kita mengontrol langsung hati kita sendiri. Pertanyaannya, bisa kah kita mengontrol atau mengendalikan hati kita? Bahwa kondisi hati mengendalikan kita, jelas sekali dalilnya. “Ketahuilah bahwa di dalam tubuh ini terdapat segumpal darah. Apabila segumpal darah itu baik, maka baik pula seluruh anggota tubuhnya. Dan apabila segumpal darah itu buruk, maka buruk pula seluruh anggota tubuhnya. Segumpal darah yang aku maksudkan adalah hati.” (Hadis Riwayat Al-Bukhari) Lalu, sekali lagi, sejauh apa kendali kita terhadap hati? Di surat Al-Anfal ayat 24, Allah swt berfirman, “…ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya dan sesungguhnya kepada-Nyalah kamu akan dikumpulkan.” Maksudnya adalah Allah lah yang menguasai hati seorang hamba. Dalam hadits riwayat Ahmad dan Ibnu Abu Syaibah, Aisya rha., berkata, “Nabi SAW sering berdoa dengan mengatakan, ‘Wahai Tuhan yang membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku untuk selalu taat kepada-Mu.’ Aku pernah bertanya, ‘Ya Rasulullah, kenapa Anda sering berdoa dengan menggunakan doa seperti itu? Apakah Anda sedang merasa ketakutan?’ Beliau menjawab, ‘Tidak ada yang membuatku merasa aman, hai Aisyah. Hati seluruh hamba ini berada di antara dua jari Allah Yang Maha Memaksa. Jika mau membalikkan hati seorang hamba-Nya, Allah tinggal membalikkannya begitu saja.’” Dari ayat dan hadits di atas, jelas sekali bahwa hati seorang hamba ada pada kekuasaan Allah swt. Ketika kita diperintahkan untuk menjaga hati, maka kita diperintahkan untuk tidak mengotori hati. Kotornya hati adalah karena maksiat. Maksiat yang kita lakukan seperti noda yang menutupi hati kita. “Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka.” (Al-Muthofifin : 83) Hati yang tertutup noda maksiat ini akan menjadi hati yang sakit, bahkan berpeluang menjadi hati yang mati. Dengan istighfar dan taubat lah noda yang menutupi hati bisa dibersihkan. Lalu yang termasuk maksiat adalah melihat hal-hal yang diharamkan Allah untuk dilihat. “Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat”. Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya”” (QS. An-Nuur : 30-31). Karena itu, saya rasa pernyataan senior yang kedua lebih tepat: ghodul bashor ilaa ghodul quluub (menjaga pandangan untuk menjaga hati). Bagaimana mungkin kita menjaga hati sementara indera kita dibiarkan bermaksiat? ***** Manusia tidak punya kontrol langsung terhadap hatinya. Allah lah yang punya kontrol langsung. Allah bisa membalikkan hati seorang hamba, dari semangat untuk beribadah kemudian hatinya tidak dalam keadaan mood untuk beribadah, atau istilahnya futur. Itulah mengapa Rasulullah saw berdoa agar Allah menetapkan hatinya pada ketaatan, jangan sampai Allah membalikkan hatinya pada ketidak-taatan. Yang diharapkan adalah ketika berada pada masa jenuhnya, seseorang tetap berada dalam sunnah Rasulullah saw. “Setiap amalan ada masa semangatnya, dan masa semangat ada masa jenuhnya. Barangsiapa kejenuhannya kembali kepada sunnahku berarti dia telah berbahagia, dan barangsiapa yang kejenuhannya tidak membawa dia kepada yang demikian maka dia telah binasa.” (HR. Ahmad, lihat Shahih At-Targhib Kendali manusia terhadap hatinya diperantarai oleh perbuatan yang ia lakukan. Manusia tidak bisa secara langsung membersihkan hatinya, melainkan ia terlebih dahulu harus melakukan taubat dan ketaatan-ketaatan yang menyempurnakan taubatnya. Terbolak-baliknya hati manusia ada korelasinya dengan amal yang ia upayakan. Keimanan itu bertambah dan berkurang. Bertambah karena ketaatan, berkurang karena kemaksiatan. Iman yang turun/berkurang berimplikasi pada keadaan jenuh seseorang. Kejenuhan itu bisa berawal dari kemaksiatan yang ia lakukan. Dan keadaan semangat seseorang terjadi mana kala imannya sedang naik atau bertambah. Hal itu diletupkan oleh ketaatan yang ia perbuat. Oleh karena itu, agar Allah senantiasa memposisikan hatinya pada semangat beribadah, seorang hamba harus berupaya menjaga ketaatannya dan menjaga inderanya untuk tidak bermaksiat kepada Allah sehingga hatinya bersih. Kalau tidak, Allah akan membalikkan hatinya karena hatinya dikerumuni oleh noda-noda maksiat. ***** Kedengkian, riya’, dan dendam, dan penyakit hati lain yang bersarang pada hati kita sebenarnya melewati indera kita terlebih dahulu. Yaitu berawal dari lintasan pikiran. Allah masih mengampuni lintasan pikiran ini. Tapi segeralah berlindung kepada Allah dari penyakit hati dan bertaubatlah dari penyakit hati yang telah terlanjur bersarang. Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam bersabda: Allah mengampuni dari umatku terhadap apa yang masih terlintas di dalam hati mereka (Hadits Shahih, Irwaa`al Ghalil VII/139 nomor 2026) Biasanya godaan ingin dipuji muncul setelah beramal sholeh. Kalau kita cepat tersadar, maka pikiran itu tidak akan mengendap di hati. Begitu juga dengan kebencian atau iri hati terhadap orang lain, bersegeralah berlindung kepada Allah saat terlintas pikiran tersebut pertama kali. Kalau terlambat, penyakit itu akan bersarang. Dan penyakit-penyakit itu tidak akan bersarang kecuali kalau pada lingkungan yang memungkinkannya untuk hidup, yaitu hati yang kumuh dan berpenyakit karena kemaksiatan kepada Allah swt. Dan lintasan pikiran itu sendiri tidak akan mudah tercetus kecuali dari pikiran yang sakit, yang diakibatkan oleh hati yang sakit. Kalau pikiran itu terlalu sering melintas, bermuhasabahlah. Khawatirnya hati kita sudah menjadi sarang penyakit. Kalau benar, maka segeralah bertaubat. Jagalah indera kita dari bermaksiat kepada Allah, agar hati kita terjaga kebersihannya. Allahu’alam bish-showab.

yuk, Ghodul Bashor.. Coy

Allah berfirman: أ‌/ قل للمؤمنين يغضوا من أبصارهم ويحفظوا فروجهم ذلك أزكى لهم إن الله خبير بما يصنعون/ النور: 30 ب‌/ و قل للمؤمنات يغضضن من أبصارهنّ و يحفضن فروجهن ولا يبدين زينتهنّ إلّا ما ظهر منها وليضربن بخمرهنّ على جيوبهنّ ولا يبدين زينتهنّ إلّا لبعولتهنّ أو ءابآئهن أو ءابآء بعولتهنّ أو أبنآئهنّ أو ابنآء بعولتهنّ أو إخوانهنّ أو بنى إخوانهنّ أو بنى أخواتهنّ أو نسائهنّ أو ما ملكت أيمانهنّ أو التابعين غير أولى الإربة من الرجال أو الطفل الذين لم يظهروا على عورات النساء ولا يضربن بأرجلهنّ ليعلم ما يخفين من زينتهنّ و توبوا إلى الله جميعا أيها مؤمنون لعلكم تفلحون/ النور:31 ت‌/ و القواعد من النساء اللاتي لا يرجون نكاحاً فليس عليهنّ جناح أن يضعن ثيابهنّ غير متبرّجاتٍ بزينةٍ و أن يستعففن خيرٌ لهنّ و الله سميعٌ عليمٌ/ النور: 60 “Ghodul Bashor” Dalam ayat diatas Allah SWT menggunakan kalimat “من أبصارهنّ”/”من أبصارهم” yaitu “min” yg menunjukkan sebagaian, oleh karena itu: “Allah SWT tidak memerintahkan kita untuk menggunakan penglihatan kita dengan segala jangkauan dalam melihat, melainkan menggunakannya dalam aturan-aturan yang telah di tetapkan oleh syari’at islam. Rasulullah SAW bersabda dalam hadits nya: “إيّاكم و الجلوس على الطرقات” قالوا : يا رسول الله لابد لنا من مجالسنا نتحدث فيها فقال رسول الله صلى الله عليه و سلّم : إن أبيتم فأعطوا الطريق حقه قالوا : فما حقه؟ قال: غض البصر, و كف الأذى, و رد السلام, والأمر با المعروف و النهي عن المنكر Dalam hadits tersebut terdapat perintah untuk tidak membuat suatu” majlis” atau “kumpulan” atau istilah sekarang disebut “kongkow”di jalanan umum, asalkan memenuhi syarat-syarat yang telah disebutkan, yaitu: 1. Menahan pandangan (Ghodul Bhashor). 2. Tidak mencelakai orang lain (Kafful Adza). 3. Menjawab salam (Roddus Salam). 4. Amar ma’ruf nahi munkar . Maka dari itulah diperintahkan bagi seorang muslim untuk menjaga pandangannya. Seorang laki-laki akan berdosa apabila melihat aurat wania, begitu juga sebaliknya seorang wanita akan berdosa apabila melihat aurat laki-laki. Dan seorang laki-laki akan berdosa apabila melihat aurat laki-laki lainnya, begitu juga seorang wanita terhadap wanita lainnya. Sebagaimana dalam hadits: (لا ينظر الرجل إلى عورة الرجل, و لا تنظر المرأة إلى عورة المرأة) Adapun Aurat Laki-Laki: Mulai dari pusar sampai ke lutut, sebagaimana dalam hadist: Dari Abi Ayyub al-Anshory rosulullah SAW bersabda: عورة الرجل ما بين سرّته إلى ركبتيه Adapun Aurat Wanita: Yaitu seluruh anggota tubuh kecuali wajah dan telapak tangan, sebagaimana dalam hadist: (إنّ المرأة إذا بلغت المحيض: لم تصلح أن يرى منها إلّا هذا و هذاو و أشار إلى وجهه و كفّيه)**** Pengecualian Dalam Ghodul Bashor: Ada dua pengecualian yang dibolehkan islam dalam Ghodul Bashor, yaitu: 1. Pandangan sepintas / النظرة المفاجأة. Adapun maksudnya adalah pandangan yang terjadi secara tidak sengaja atau tiada bermaksud, Rasulullah SAW berkata kepada sayidina Ali R.A : يا علي لا تتّبع النظرة النظرة, فإنّ لك الأولى, و ليس لك الأخرة 2. Dalam beberapa hal tertentu yg di boleh kan syari’at. Seperti dalam mengkhithbah, Rasulullah SAW bersabda: إذا خطب أحدكم المرأة, فلا جناح عليه أن ينظر إليها, إذا كان إنّما ينظر إليها للخطبة Atau dalam hal yg lain yang termasuk dalam keadaan yang mengharuskan (dlururot) seperti seorang dokter kepada pasien, qodli yang harus melihat saksi, dan sebagainya. Menundukkan pandangan (gadhul bashar) GA : Gaul boleh-boleh aja genk, tapi kudu tetap nyar’i lho, jangan coba-coba mendobrak norma dan etika..ntar bisa celaka ding! buahayoo.. D : Dimulakan dengan Basmallah, disudahi dengan Alhamdulillah, Begitulah sehari dalam hidup kita mudah-mudahan diberkahi Allah.(Lho? inikan lagunya RAIHAN! silahkan dilanjutkan:) Pokeke dalam bergaul, Allah jangan dilupakan deh, lage pula Allah ada dimana-mana koq jd qt kudu takut kalo berbuat yang gak di ridhoi Allah. Biarin deh dicuekin makhluk asal Allah gak nyuekin qt. H : Hati-hati jaga hati !! jangan sampe hati qt yang berwarna merah berubah jadi merah jambuu..hehe. Alasannya cuma temen but dihati siapa yang tau…?karena si syetan bisa menyamarkan niat qt yang bila gak diimunkan bisa terjangkit virus MJ. U : Utamakan hubungan dalam urusan kebaikan dan ketakwaan, bukan yang beraroma dosa dan yang sia-sia. L : Lupakan yang buruk, ambillah yang baik. Tiada yang lebih berharga dari cinta karena Allah semata. Sucikan niat menyongsong ukhuwah nan indah. A : Awas sekali kena panah asmara, hati yang kuatpun akan meleleh. Tesss…habis deh! Qt kudu jeli menghindari panah-panah setan. Sekali ditancap panah asmara, keracunan bakalan lama, orang sekampung bisa kena imbasnya..parah coy! S : Sekali-kali jangan main api kalo takut terbakar!! hiii takuut..Jangan pelihara kalo udah ada virus MJ bercokol di hati, bisa berabe, cepat-cepat diobati dengan antibiotik keimanan. H : Harus tegas pada diri sendiri jika gejala-gejala keluar jalur sudah mulai terasa.Taubat bila terlanjur bergelimang resah gelisah yang gak sah! nurani tidak akan membohongi kita. A : Awasi bisik-bisik bujuk dari The big boss of trouble maker : Iblis! sekali terbujuk alamat bakal dihajarr malapetaka. Ayoo..usir jauh-jauh tuh musuh, jangan dipelihara. R : Rajin-rajin ngaji ya?! biar slalu ada yang mengingatkan qt ke jalan aman sentosa dan sejahteraaa… SeLaMaT GaDhUL BAsHAR… Dalil-dalil a. Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka jangan sekali-kali dia bersendirian dengan seorang perempuan yang tidak bersama mahramnya, karena yang ketiganya ialah syaitan.” ( HR.Ahmad) b. Allah SWT berfirman, “Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman, ‘Hendaknya mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya??” (QS.24: 30) c. Allah SWT berfirman, “Katakanlah kepada wanita yang beriman, ‘Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya??” ( QS.24: 31) d. Rasulullah SAW bersabda, “Pandangan mata adalah salah satu dari panah-panah iblis, barangsiapa menundukkannya karena Allah, maka akan dirasakan manisnya iman dalam hatinya.” e. Rasulullah saw. Bersabda, “Wahai Ali, janganlah engkau ikuti pandangan yang satu dengan pandangan yang lain. Engkau hanya boleh melakukan pandangan yang pertama, sedang pandangan yang kedua adalah resiko bagimu.” (HR Ahmad) f. “… Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit di dalam hatinya…” (Al Ahzab: 32) Menundukkan pandangan (gadhul bashar) GA : Gaul boleh-boleh aja genk, tapi kudu tetap nyar’i lho, jangan coba-coba mendobrak norma dan etika..ntar bisa celaka ding! buahayoo.. D : Dimulakan dengan Basmallah, disudahi dengan Alhamdulillah, Begitulah sehari dalam hidup kita mudah-mudahan diberkahi Allah.(Lho? inikan lagunya RAIHAN! silahkan dilanjutkan:) Pokeke dalam bergaul, Allah jangan dilupakan deh, lage pula Allah ada dimana-mana koq jd qt kudu takut kalo berbuat yang gak di ridhoi Allah. Biarin deh dicuekin makhluk asal Allah gak nyuekin qt. H : Hati-hati jaga hati !! jangan sampe hati qt yang berwarna merah berubah jadi merah jambuu..hehe. Alasannya cuma temen but dihati siapa yang tau…?karena si syetan bisa menyamarkan niat qt yang bila gak diimunkan bisa terjangkit virus MJ. U : Utamakan hubungan dalam urusan kebaikan dan ketakwaan, bukan yang beraroma dosa dan yang sia-sia. L : Lupakan yang buruk, ambillah yang baik. Tiada yang lebih berharga dari cinta karena Allah semata. Sucikan niat menyongsong ukhuwah nan indah. A : Awas sekali kena panah asmara, hati yang kuatpun akan meleleh. Tesss…habis deh! Qt kudu jeli menghindari panah-panah setan. Sekali ditancap panah asmara, keracunan bakalan lama, orang sekampung bisa kena imbasnya..parah coy! S : Sekali-kali jangan main api kalo takut terbakar!! hiii takuut..Jangan pelihara kalo udah ada virus MJ bercokol di hati, bisa berabe, cepat-cepat diobati dengan antibiotik keimanan. H : Harus tegas pada diri sendiri jika gejala-gejala keluar jalur sudah mulai terasa.Taubat bila terlanjur bergelimang resah gelisah yang gak sah! nurani tidak akan membohongi kita. A : Awasi bisik-bisik bujuk dari The big boss of trouble maker : Iblis! sekali terbujuk alamat bakal dihajarr malapetaka. Ayoo..usir jauh-jauh tuh musuh, jangan dipelihara. R : Rajin-rajin ngaji ya?! biar slalu ada yang mengingatkan qt ke jalan aman sentosa dan sejahteraaa… SeLaMaT GaDhUL BAsHAR… Dalil-dalil a. Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka jangan sekali-kali dia bersendirian dengan seorang perempuan yang tidak bersama mahramnya, karena yang ketiganya ialah syaitan.” ( HR.Ahmad) b. Allah SWT berfirman, “Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman, ‘Hendaknya mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya??” (QS.24: 30) c. Allah SWT berfirman, “Katakanlah kepada wanita yang beriman, ‘Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya??” ( QS.24: 31) d. Rasulullah SAW bersabda, “Pandangan mata adalah salah satu dari panah-panah iblis, barangsiapa menundukkannya karena Allah, maka akan dirasakan manisnya iman dalam hatinya.” e. Rasulullah saw. Bersabda, “Wahai Ali, janganlah engkau ikuti pandangan yang satu dengan pandangan yang lain. Engkau hanya boleh melakukan pandangan yang pertama, sedang pandangan yang kedua adalah resiko bagimu.” (HR Ahmad) f. “… Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit di dalam hatinya…” (Al Ahzab: 32)

Rabu, 16 Januari 2013

Mulakan dengan Basmalah

Dalam bi'ah Islam, semua amal dimulakan/dimulai dengan bismillah. memulai aktifit sudah seyogyanya dimulai denga menyebut asma Allah. mengapa? sahabatku, kita tidak pernah tahu kapan usaha ini tetap lancar, kita juga tidak tahu sampai kapan nyawa ini dipercayakan nempel di jasad kita ini. oleh karenanya, patut kita secara kehambaan untuk menyiapkan selalu hati untuk bergantung pada yang Satu, Allah SWT. bi'ah ini ini dipengaruhi oleh konsep aqidah dalam Islam, dimana Rasulullah telah mengajarkan umatnya untuk selalu mengingat Allah, salah satu bentuk mengingatnya dengan memulakan aktifitas bibismillah. Ya Allah, teramat agung ajaran-Mu yang mengajarkan kami untuk selalu meminta pertolongan pada-Mu.

Sabtu, 17 September 2011

hari ini istri wisuda

alhamdulillah, bahagiaaaa rasanya melihat istri hari ini mengikuti prosesi wisuda. setelah sebelumnya, tepatnya dua bulan lalu aku mewisuda duluan. dan nikmat yang lebih besar lagi adalah ketika ketahuan kalau istriku hamil. subhanallah.. Allah telah mempercayakan kami menjadi orang tua, padahal baru beberapa saat yang lalu kami sadar dewasa. hmm.. kemaren istri cuma memiliki 2 undangan,akhirnya ayah sama ibu saja yang masuk di Graha Cakra UM dan aku harus di luar. gak masalah. aku happy, toh aku juga pernah merasakan jadi wisudawan yang membosankan, suntuk dan yang jelas, laper. hehe.. kata temen-temen kerja aku akhir-akhir ini tambah kurus, beda banget sama istri yang makin hari bobotnya ditimbang makin naik saja. apa emang cewek itu mudah gendut ya, apalagi setelah menikah? atau aku aja yang kurang gizi? perasaan makanku enak-enak kok. sama dengan yang dimakan istri,bahkan porsiku 2 kali lipat lebih banyak. hmmm.. takdir kali ya? soalnya tempo hari ada yang sempat bilang padaku kalau setelah menikah orang cenderung bobotnya naik, nih aku malah turun 2 kilo. banyak pikiran, mungkin. iya ding, aku akhir-akhir ini agak berat pikiran. adek sulungku butuh biaya kuliah, sekolah tuntutannya besar, organisasi pun gak kalah teriakannya untuk menyeruku berlari. emboh kah, pokoknya hari ini aku bahagia dan pengen bahagia terus apapun kondisinya. dalam hidup itu yang penting penyikapan kita atas sesuatu, bukan hanya kenikmatan apa yang kita dapat. semoga kita bisa banyak belajar dari apa-apa yang ada di sekitar kita. Allah blesess U

Kamis, 08 September 2011

Maha Benar Allah

subhanallah, hanya kuasamu lah yang membuat segalanya menjadi indah. bukankah banyak janji yang engkau sematkan dalam benak kami melalui firman-firman indahmu, maka kutagih janji itu setelah kupenuhi sedikit kewajibanku sebagai hamba. tak lama aku memutuskan untuk menjadi kaya dan selangkah lebih maju dengan menikah, istriku begitu cantik, sholehah dan teramat sesuai dengan kriteria istri yang baik yang Engkau khabarkan dalam ayat-ayat-Mu.

Senin, 11 April 2011

Oh Jodoh

Orang-orang ”optimis” selalu berkata, jodoh kita adalah apa yang kita
usahakan, bukan semata-mata pemberian dari Tuhan. Jika kita yakin dan
berusaha, kita bisa mendapatkan jodoh yang kita inginkan. Seorang pria
telah berpacaran dengan gadis impiannya selama bertahun-tahun, dan dia
yakin bahwa gadis itu adalah jodohnya. Selama berpacaran, badai dan
karang telah mereka lalui bersama. Tak ada apapun di dunia yang bisa
membatalkan rencana pernikahan mereka berdua. Pada hari yang telah
ditentukan, upacara pernikahan mereka diselenggarakan dengan sangat
meriah. Sang pria menunjukkan dengan bangga kepada teman dan kerabat,
dia bisa menikahi gadis impiannya. Beberapa tahun kemudian seorang
teman mendapati pria itu duduk sendirian di taman. Setelah berbincang-
bincang, teman tersebut mengetahui bahwa ia telah bercerai dari istrinya
karena suatu alasan yang tidak disebutkannya. Sang teman mencoba
menghibur dengan menceritakan pengalaman hidupnya. Bertahun-tahun lalu
ia mencintai seorang gadis dan berupaya keras untuk menikahinya, tapi
dengan berbagai macam alasan dan rintangan, ia harus say goodbye kepada
mimpi dan berpisah dengan gadis itu. Beberapa waktu kemudian, diapun
bertemu tanpa sengaja dengan seseorang yang kini menjadi ibu dari anak-
anaknya.
Jodoh adalah rahasia Tuhan. Kita tidak pernah tahu apakah suami, istri,
ataukah kekasih kita saat ini adalah benar-benar soulmate atau jodoh kita.
Tuhan telah menciptakan manusia berpasang-pasangan, sebagaimana yang
telah disebutkan di dalam kitab suci. Masalahnya apakah kita bisa
menemukan belahan jiwa itu. Kita mungkin tidak pernah menyadari bahwa
jodoh kita sebenarnya adalah orang yang selama ini ada di depan kita,
cuma kita yang terlalu ”sibuk” mencari bahkan sampai ke belahan dunia
yang berbeda sekalipun. Tidak ada salahnya sama sekali jika kita berusaha
mendapatkan orang yang kita inginkan. Hanya saja terkadang kita terlalu
optimis dan sama sekali lupa bahwa ada faktor X, yaitu kekuatan ilahiyyah
(keTuhanan) yang sesungguhnya sangat menentukan dalam proses
pencarian kita.
Berdoalah kepada Sang Pencipta, apabila kita telah menemukan seseorang
yang kita harapkan, atau apabila telah menikah dan dikaruniai putra-putri,
atau bahkan belum menemukan belahan hati, semoga orang yang akan
bersama kita atau yang sedang bersama kita saat ini adalah jodoh kita,
sekarang dan selamanya.